purnama 2

Kau sering menangis dalam hati. Bertanya pada Tuhan, apakah ini yang seharusnya terjadi? Apakah ini memang jalan yang Kau pilihkan? Lalu kau akan menghabiskan malam dengan memandang langit malam ini, mendapati sebanyak mungkin bintang, mengagumi purnama yang masih sama indahnya sejak dulu, sejak pertama kali kau menyadarinya. Kau menghela napas panjang, merenungi dirimu sendiri.
Kau selalu menuntut dirimu menjadi seperti mereka yang kau pikir pantas menjadi contoh. Kau ingin hidup seperti mereka hidup. Kau ingin menilai sesuatu seperti mereka menilai sesuatu. Kau ingin menulis seperti mereka menulis; dengan bahasa yang panjang, mengalir, berawal mulus, berakhir melegakan, berbuku-buku diterbitkan, sementara kau masih menjadi pecundang bagi hatimu sendiri, hanya mampu duduk diam mengais-ngais apa yang tengah kau rasakan, mencari kata yang tepat, mengukirnya dalam kalimat yang tersendat-sendat. Lantas kau pandangi lagi purnama itu.
Mengapakah ia bisa menjadi seindah itu? Apakah ia pernah iri panda bintang? Pernahkah pula ia ingin jadi mataharI? Dan seperti didapatinya purnama itu tersenyum padanya, seperti itulah ia menyadari bahwa purnama menjadi indah karena ia tetap menjadi dirinya sendiri. Ia tidak memiliki cahaya abadi, ia tidak akan bersinar seindah itu jika tidak mendapatkan pantulan cahaya dari bintang. Ia tidak akan selamanya jadi purnama karena selalu ada pula fase baginya untuk menjadi sabit, setengah bola, atau bahkan tak terlihat sama sekali karena tertutup awan.
Namun ia tak pernah berkeberatan karenanya. Ia tetap menjadi dirinya, purnama yang apa adanya. Ia akan menjalani fase yang memang sudah ditetapkan baginya. Ia akan bersinar jika memang sudah tiba waktunya. Ia akan menghilang selama beberapa malam jika memang sudah tiba waktunya. Seketika hatimu merasa sejuk. Purnama telah mengajarkanmu banyak malam itu. dan malam itu pula kau berusaha melakukannya; menjadikan dirimu sendiri yang apa adanya.
Malam itu kau berhasil menulis banyak. Meski tulisan yang kau buat sepotong-sepotong dan membahas banyak hal yang terlintas di pikiranmu saja. Malam itu, kau telah menemukan esensi menulis yang sesungguhnya, esensi dari sebuah cara untuk menuangkan rasa dalam wadah yang nyata. Kau tak perlu menjadi orang lain; tak perlu hidup seperti mereka jika itu bukan hidupmu, tidak perlu menilai sesuatu seperti mereka menilai sesuatu, dan tak perlu menulis sesuatu seperti mereka menulis sesuatu. Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri, hidup dengan caramu, menilai sesuatu dengan caramu, dan menulis dengan caramu. Dan kau dapati yang seperti itu rasanya lebih mudah, dan lebih ringan bagi hatimu.

Komentar

Postingan Populer