hidup

aku memang sedang timpang ternyata. entah timpang yang bagian mana. keadaan ini. perasaan ini. target-target yang mengejar. tugas-tugas yang ganggu pola tidur. kesibukan-kesibukan yang kulihat setiap pagi di jalanan, yang sekarang bahkan aku sendiri sudah sukses jadi bagian di dalamnya. macet, debu, asap,musik jalanan,orang-orang berseragam,orang-orang baju lusuh,orang-orang dandanan menor,polisi lalulintas. nyalip gila-gilaan, ngecek jam dan hp berkali-kali saat terpaksa berhenti di lampu merah, ngebut lagi, nyalip lagi, ngebut lagi.  sepanjang perjalanan, mau ngebut gimana, tetap aja gabisa ngilangin kebiasaan lihat-lihat sekitar. waktu lewat pasar, lewat rumah sakit, lewat hutan, lewat perempatan, lewat rumah-rumah warga. nyalip mobil-mobil mewah, nunggu motor bebek tua dibelakang, vespa, angkot, truk kontainer, truk molen, becak, kadang-kadang juga andong, dan tentunya orang-orang yang jalan kaki.

pulang pergi malang-kendalpayak tiap hari memang boleh banget rasanya. sempat ngerasain capek banget dalam keadaan tugas-tugas yang juga ngejar deadline padahal di malang juga banyak acara yang gak bisa ditinggalin. penat rasanya
dan oleh karena itulah aku ngebut tiap bawa motor.
ngerasain angin dan euforia ngebut, nyalip truk, bis antarkota, mobil-mobil mulus maupun ringsek, balapan sama motor-motor lain juga, melindas jalanan malang dan meninggalkan debu berterbangan di belakangnya sesaat bisa sekaligus jadi terapi buat saya pribadi. gak perlu nangis, gak perlu marah, gak perlu pingsan, cukup dengan ngebut dan meninggalkan semua itu di belakang, biar motor yang dibelakang ngebuang ke belakangnya lagi, trus ke belakangnya lagi trus kebelakangnya lagi, sampai jalanan sudah sepi, mereka akan luruh ke jalanan, terbawa angin, diguyur hujan, dilibas truk besar. tamat
 
hanya aktivitas di rumah sakit yang bikin aku ngerasa tetap 'hidup'. melihat bayi-bayi yang baru lahir kemarin atau kemarinnya lagi, atau bahkan baru tadi malam, atau bahkan baru 10menit yang lalu. melihat mata mereka, gurat wajah mereka. semua begitu murni, tanpa pretensi apapun, gak mengejar apapun. 

..santai..

yang mereka lakukan cukup hanya tidur, bangun untuk minum susu -itupun matanya masih milih merem-, dan nangis tiap kali pipis sama ngepoop, minta popoknya diganti. tapi anehnya gak ada tuh perawat yang mangkel meskipun diperlakukan sedemikian rupa sama bayi-bayi innocent itu. mereka ikhlas-ikhlas aja, seneng malah. apalagi kalau kebetulan bayi mungil itu akhirnya tersenyum, kadang-kadang tertawa, seneenng banget rasanya. semua dilakukan dengan ikhlas, tanpa pretensi yang berlebihan. yang dilakukan semata-mata hanya untuk menolong, menjaga sesama, memberikan semua yang terbaik.

melihat bayi-bayi itu gak terlepas jadi bikin ingat ibu mereka juga. kebetulan rumah sakit tempatku praktek ini rumah sakit swasta rujukan, jadi ya lebih banyak kasus patologi, dan karena itu persalinan yang ada jadi lebih banyak yang sectio daripada partus normal. lagi-lagi, melihat perut-perut buncit, wajah kelelahan namun tabah seorang ibu, bisikan menenangkan ibunya si calon ibu, do'a yang dipanjatkan demi kelancaran semuanya, dan harapan sekaligus kekhawatiran yang gak pernah bisa ditutupi si calon ayah, dan azan yang berkumandang beberapa saat setelah pecah tangisan pertama bayi yang baru lahir. semua pemandangan itu bikin aku yakin kalau saya ini masih di atas bumi, kalau manusia belum mati rasa, kalau cinta itu memang benar adanya, dan keajaiban Allah itu selalu terselip dan tersebar dimanapun, kapanpun.
aku juga jadi punya kebiasaan baru, memberi mereka nama. meskipun bukan nama yang diberi orangtua mereka, tapi aku tetap memanggil mereka dengan nama yang kuberi. bayi bernama Aisyah Fajerillah aku beri nama Yasmin. ada juga yang belum diberi nama kupanggil Meisya, Whisnu dll. aneh memang, tapi aku senang-senang aja ngelakuinnya. senang rasanya membisikkan nama-nama pemberian itu ke telinga mungil mereka, membisikkan pesan harapan supaya mereka jadi anak yang soleh solehah, berbakti pada orangtua, berguna buat masyarakat, dan bisa tumbuh jadi seseorang yang sukses dengan caranya sendiri. aku juga senang meninabobokan mereka dengan lagu-lagu bertema ibu dan ayah, menunggui wajah damai itu terlelap, menempatkan mereka di boks-boks mungil. kelak, ketika mereka tumbuh dewasa, mungkin aku sudah lama pergi meninggalkan malang, mungkin juga sudah punya anak, mungkin juga sudah meninggal atau mereka yang lebih dulu berpulang. mungkin juga suatu saat nanti kita akan berpapasan di jalan, di mall, di bandara, di laut, di gunung, di masjid, dan mungkin kita gak akan saling mengenali, tapi aku cukup bersyukur diberi kesempatan sempat mengurus mereka, menyayikan harapan, memanjatkan doa dengan tulus. bukankah begitu seharusya hidup?

Komentar

Postingan Populer