Assalamualaikum
posting pertama di tahun 2015 :)
seperti tahun-tahun sebelumnya, saya selalu tidak merayakan pergantian tahun. Namun apa mau dikata, karena tahun masehi masih sangat mendominasi dalam kehidupan saya, mau tidak mau hal ini menjadi momen juga, yang meskipun tidak untuk dirayakan tetapi bisa dijadikan satu titik pemberhentian untuk berdiam, merenung, introspeksi, dan mencoba membuat daftar perbaikan diri. 

Bercermin kembali kepada tahun 2014, tahun yang bukan sumber kebahagiaan dalam usia saya yang 23 ini, meski begitu tetap saya berterima kasih yang banyak sekali kepada Allah karena di tahun ini pula saya menjalani banyak ujian dalam sekolah kehidupan. Tahun ini saya pertama diterima kerja, pertama kali menerima gaji dan memberikannya kepada ibu. Di tahun ini pula saya akhirnya menemukan komunitas yang menghidupkan kembali gairah "menulis untuk dibaca", dan yang terutama, gairah untuk berbagi kepada orang lain. Gairah yang dulu sangat meletup-letup dan sempat mengalami tidur panjang namun kini sudah terbangun kembali. Alhamdulillah puji syukur kepada Allah karena telah mempertemukan saya dengan orang-orang yang secara sadar maupun tidak telah mengusik sisi diam diri ini, memberi saya pengalaman brainstorming yang hebat dan memaksa saya menemukan jalan untuk melakukan menjadi berguna bagi orang lain. Masih sangat panjang perjalanan ini, masih sangat banyak yang harus saya lakukan. Bahkan sebenarnya, saya harus sangat amat bekerja keras untuk mengendalikan diri menghadapi euforia ingin berbagi ini. 

Di tahun ini pula saya belajar sangat banyak tentang kehilangan. Betapa saya disadarkan bahwa selama ini saya terlalu lama hidup di sebuah zona nyaman yang sebenarnya tidak abadi. Dan betapa beruntungnya saya karena setelah zona nyaman itu diambil mata saya masih diizinkan terbuka untuk melihat sebuah pelukan yang lebih terang lagi menghangatkan, yaitu pelukan Dia yang Maha pengasih.
Saya bersyukur sekali karena dibalik semua rasa sakit di tahun 2014 ini saya masih diizinkan Allah untuk menyusun serpihan-serpihan hati di atas sajadah, diberikan rasa cukup dan nyamannya menyendiri mengadu hanya kepadaNya, tidak perlu mencari yang lain, sungguh tidak mencari yang lain.

Saya bersyukur di tahun 2014 ini Allah mulai mendewasakan pikiran saya sehingga satu per satu saya mulai bisa memetakan hati ini dengan jelas tentang bagaimana merasa dan bagaimana berpikir, meskipun puzzle tentang hendak kemana dan hendak melakukan apa itu masih begitu berantakan di atas papan kehidupan, dan memerlukan pertimbangan serta keberanian yang matang untuk menyusunnya.
Saya bersyukur sekali mendapati diri ini tengah bekerja keras dalam proses yang panjang lagi sepi di dalam kesendirian, namun tiada menyedihkan karena Allah menemani, sungguh Allah menemani. Saya bersyukur untuk sekecil apapun sensasi yang dirasakan tubuh atas setiap isyarat yang dikirimkan Allah melalui semesta.
Orang-orang yang datang dan pergi, kenangan, sakit, penolakan, pengkhianatan, keterpurukan, renungan, kesendirian, titik kuat dan titik lemah, air mata, pemaafan, kesempatan, kesempitan, tidur-tidur panjang, mimpi-mimpi buruk, insomnia demi insomnia, pertemuan yang berarti dan tidak berarti, sinyal yang ditangkap dan yang hilang begitu saja, pesan yang terbaca dan tidak terbaca, pencarian jati diri, pertanyaan apa mengapa siapa dimana kapan bagaimana, ikatan yang putus, ikatan yang longgar, doa, ego, debar jantung, fisik yang sakit, hati yang perih, keragu-raguan, dosa, ketidakberdayaan, jarak..

Saya pun bersyukur untuk setiap detil sensasi atas harapan yang ada setiap hari, disiram dengan tekun oleh doa dan percaya, seperti tunas yang sungguh kecil lalu bertumbuh besar dan menguat setiap hari. Mungkin juga terkadang harapan itu patah lalu mati, namun akan selalu ada tunas baru yang lahir sebagai pengganti. Akan selalu ada harapan selama masih ada doa. Akan selalu ada kabar baik selama percaya. Di tahun ini pula saya merasakan betapa sulit tumbuh dan sungguh berharganya hal-hal yang tak kasat mata bernama kepercayaan dan harapan itu. Betapa berharganya mereka sehingga bila terinjak lalu mati sangat sulit untuk tumbuh kembali. Sehingga perlu upaya yang lebih untuk menjadikannya mekar seindah dulu.

Di tahun 2014 ini pula saya semakin tersadar oleh satu hal yang sudah saya pikirkan namun sering kali abai sejak lama, bahwasanya waktu kian terasa sempit, sementara tugas yang diemban semakin banyak, belum lagi dosa yang dilakukan di masa lalu masih terlalu tak terhitung untuk dimohonkan ampun kepada Allah. Di tahun 2014 ini saya menjadi lebih banyak merenung, tentang betapa banyak yang harus saya lakukan, betapa selama ini saya belum dapat memaksimalkan waktu dengan baik, betapa  saya belum sepenuhnya memanfaatkan potensi yang diberikan Allah, betapa tak terhitung tanggungjawab terhadap semesta. Tanpa banyak kejadian membahagiakan alih-alih banyak mengalami shock therapy, Allah sudah mengajari saya menjadi pribadi yang inshaAllah lebih baik dan harus lebih baik melalui tahun 2014.

Menginjakkan kaki kepada 2015, saya merasa optimis sekaligus sebenarnya belum siap betul tentang apa yang akan saya hadapi di depan. Saya memiliki banyak sekali rencana dan harapan ke depan namun belum sempat memetakannya dengan rapi. Selain itu pula saya masih belum berniat melepaskan kepercayaan kepada semesta untuk membimbing saya mengalir menyusuri arus ini dengan natural saja. Saya memiliki beberapa plan besar dan beberapa agenda kecil, namun tidak membuatnya terlalu rapi karena percaya bahwa semesta akan melakukan bagian terbaiknya.

Resolusi saya yang paling nyata tahun ini adalah membangun Semesta Kata menjadi senatural dan serendah hati mungkin, menambah koleksi buku, bekerja untuk menabung, dan menyibukkan diri untuk membantu kawan-kawan siapapun yang bisa saya bantu. Sungguh memang menyenangkan sekali rasanya berbagi. Resolusi saya yang lain adalah meningkatkan kualitas diri, dengan tolak ukur arti keberadaan saya bagi orang lain. Semakin kesini saya semakin menyadari bahwa waktu yang semakin sempit ini seringkali mengingatkan saya bahwa jatah saya selalu berkurang bahkan tanpa saya sadari. Saya hanya berharap kelak ketika masa saya di dunia habis, ada satu dua orang yang benar-benar mendoakan saya dengan tulus.

Mengikuti hati yang terdalam, tentunya saya masih memiliki mimpi untuk bersekolah kembali dan bekerja di bidang yang semestinya saya geluti. Namun soal yang satu ini saya cenderung lebih mengikhlaskan pilihan Allah dan tidak memaksakan keadaan. Saya hanya ingin, apapun yang saya lakukan, membawa dampak positif bagi orang lain. Apapun itu, menjadi siapapun itu.

inshaa Allah :)

Postingan Populer