semalam saya ngobrol via chat dengan seorang teman. obrolan yang sebenarnya asik banget, lucu. pembahasannya sangat amat ringan. tapi terus terjadi kesalahpahaman. dan saya jadi tersinggung. dan dia masih merasa ga ada apa-apa, masih terus ngomongin topik yang dibahas dengan santainya. sampai akhirnya saya menyatakan dengan nada bicara yang ketus. lalu dia bilang "wah salah paham nih" lalu dia tiba-tiba telepon. dan saya reject. saya reject karena saya sendiri ga tau mau ngomong apa. saya hanya merasa detak jantung saya jadi sangat cepat dan ada yang menggelegak di dada. saya sendiri tidak tau kenapa bisa semarah itu. dalam waktu yang sangat singkat. perasaan yang benar-benar aneh tapi saya rasakan dengan sadar. saya bahkan sempat menyentuh dada dengan telapak tangan demi merasakan detak jantung yang memburu cepat bersamaan dengan sesuatu yang terasa seperti bergejolak. saya bahkan sempat diam dan menutup mata dan mencoba memakanai "rasa marah" ini, lalu mengucap  istighfar berkali-kali. seandainya tadi saya angkat telponnya mungkin saya hanya akan menangis, karena saya bukan tipe orang yang bisa dengan mudah mengeluarkan kemarahan dengan lisan. saat marah di chat, kemarahan itu keluar melalui jari jemari dan itu lebih mudah karena tidak perlu mengutarakan apapun. tapi kalau di telpon saya harus mengatakan sesuatu atau diam atau menangis (meskipun masalahnya sangat amat sepele makanya saya tidak bakal bisa nangis sebenarnya tapi mau ga mau nangis karena ga bisa ngomong). dan saya tidak memilih ketiganya. karenanya saya reject.

seusai saya reject dia menulis lagi di chat "marah bu?" dan saya masih menjawab dengan ketus. lalu dia bilang beberapa hal tentang "coba baca lagi" "jangan marah-marah mulu" dan "selalu salah". hati saya masih kaku. berkali-kali saya baca chat "yang membuat tersinggung" itu dan berkali-kali saya yakin kalau saya pantas tersinggung. namun bersamaan dengan hati yang bergetar marah itu saya sebenarnya berpikir, kenapa harus marah? sebegitu pentingnyakah untuk marah? kenapa tidak bisa mengendalikan diri? lalu gejolak itu berangsur reda.

saya pun minta maaf. hanya di read tidak dibalas. akhirnya ganti saya yang telpon. diangkat, ternyata disana ramai sekali, dan ya..dia biasa saja. tidak ada apa-apa. hanya bilang ga masalah.

dalam hitungan menit saja emosi ini berubah. dari yang tidak marah, jadi marah, lalu reda dan menjadi penyesalan.

sebenarnya yang paling banyak menyita perhatian saya adalah, saya sendiri baru menyadari betapa asingnya sudah perasaan marah ini. saya tidak pernah lagi semarah ini mungkin berbulan-bulan lamanya kepada satu orang dan mengeluarkan kemarahan itu dalam keadaan menggebu-gebu. saya tidak pernah benar-benar bisa marah dan mengikuti kemarahan itu lagi entah sejak kapan. yang saya ingat, dulu saya pernah punya rasa marah macam ini dengan orang yang sangat dekat. saya mengenali betul polanya. saya hanya merasakan marah yang seperti ini dan membiarkannya keluar kepada orang yang saya anggap benar-benar dekat. namun yang saya tidak tahu ternyata teman ini bisa membuat kemarahan itu keluar lagi, setelah berbulan-bulan lamanya. saya sering mempelajari diri sendiri, dan saya tahu bahwa, marah ini terjadi karena perasaan tidak terima jika merasa tidak dimengerti, terutama oleh orang yang saya, dengan egoisnya, ingin dia mengerti benar siapa saya. sangat tidak mudah membuat saya menentukan siapa orang yang bisa benar-benar mengerti saya. dan saya, secara sadar dan tidak, telah menunjuk teman itu sebagai orang yang bisa mengerti saya. dan ketika saya merasa dia tidak mengerti saya, seperti semalam, "dengan enaknya" saya marah. saya meneuntut dia untuk mengerti. hal itu tidak akan terjadi dengan orang lain. bila terjadi pada orang lain maka saya akan diam atau menghindar saja. tapi kalau dengan orang yang saya anggap ngerti saya, saya akan menyerang, memprotes, entah saya benar atau salah.

kata-katanya juga menyadarkan saya ketika dia bilang, "jangan marah terus" dan "selalu salah". Saya jadi ingat pernah beberapa kali juga "marah" meskipun marah yang semalam ini beda. sekarang perasaan bercampur aduk jadi satu dan yang paling kentara di antara perasaan-perasaan itu adalah penyesalan. menyesal karena ternyata saya gagal mengendalikan marah, gagal mengendalikan diri. terlebih lagi objek marah saya adalah teman ini, yang selama ini selalu menasihati saya agar mampu menjadi orang yang bisa mengendalikan diri, sabar, jangan mudah marah, jangan mudah tersinggung dsb. saya juga tahu semakin kesini dia semakin melihat betapa labil dan anehnya saya.

setengah hati saya merasa hal itu membuat saya takut dia menjauh dari saya yang aneh ini, namun setengah hati lagi saya merasa inilah jalan yang dikasih Allah agar dia bisa melihat siapa saya sebenarnya, kekurangan-kekurangan saya, tanpa perlu ditutup-tutupi, dan urusan dia memandang saya seperti apa ya.. itu sudah resiko yang harus diambil dengan jadi diri sendiri. 

terlepas dari semuanya ini cambuk buat diri sendiri, bahwa ada sangat banyak hal yang harus saya perbaiki di dalam diri ini. semua alasan yang cuma saya yang tahu itu tetaplah bukan pembenaran untuk marah dengan orang sedekat apapun. saya ga bisa begini terus. saya harus berubah.. hmf..

Komentar

Postingan Populer