Menjadi Obat

Selamat pagi dear reader.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menghabiskan waktu berkualitas berdua saja dengan kakak perempuan saya. Di antara sekian banyak hal yang diperbincangkan ada satu topik yang sangat menarik, yaitu tentang peran perempuan di dalam pernikahan. Kadang banyak orang alpa dengan meremehkan peran perempuan dalam pernikahan. Perempuan dianggap "tidak begitu penting"  jika ditilik dari tugas-tugas yang dilakukan hanya sebatas "mengurus" rumah saja, tidak se-wah suami yang bekerja mencari nafkah. Padahal jika mau direnungkan kembali menjadi istri/ibu sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Diperlukan manajamen yang mapan untuk mengurus segala kebutuhan rumah tangga ditamabah pengelolaan bijak perkara keuangan ditambah tuntunan memastikan diri tetap menarik bagi suami ditambah menjadi madrasah pertama bagi anak-anak, dan segala tetek bengek kehidupan sosial lainnya. Menjadi istri/ibu itu kudu strong. Dan dari sekian banyak multitasking yang dilakukan istri/ibu, ada satu hal yang menurut saya tak kalah sakral dan urgent untuk dikuasai seorang perempuan.

Waktu itu kakak perempuan saya menceritakan sebuah kisah nyata tentang seorang kawan. Mungkin kisahnya tidak bisa saya sampaikan di sini, namun ada satu kalimat inti yang menggelitik pikiran dan perasaan saya bahkan hingga sampai saat ini. Kalimat itu kira-kira begini, "Tapi meskipun begitu, dengan segala kelemahan dan masalah yang dihadapinya, si istri bukannya diam saja lho. Kamu pikir darimana kekuatan si suami didapatkan setelah kerja banting tulang setiap hari begitu? Ya si istri itu yang jadi obatnya setiap kali dia pulang"

Obat... Obat... Satu kata itu yang membuat saya merenung berhari-hari. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia obat memiliki makna : bahan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit, atau menyembuhkan seseorang dr penyakit: Dan dalam kehidupan nyata obat tidak selalu dalam bentuk kapsul, tablet, syrup, ataupun puyer. Lebih sederhana (atau kompleks?) daripada itu, obat mewujud dalam bentuk-bentuk yang lain.

Dalam kehidupan rumah tangga, perempuan adalah obat yang mujarab untuk segala jenis penyakit. Perempuan sebagai istri/ibu seyogyanya memang menjadi obat bagi suami dan anak-anak.

Istri/ibu adalah rumah tempat dimana suami dan anak-anaknya selalu ingin pulang.

Kadang saya tak habis pikir bagaimana bisa sentuhan bisa sangat menenangkan, tutur mendamaikan, pelukan bikin nyaman, masakan bikin betah, omelan bikin kangen,  kritis menangkap potensi masalah, jeli melihat peluang baik atau bahkan kehadirannya saja bikin masalah terangkat dan terasa semua akan baik-baik ada di dalam satu paket obat bernama istri/ibu. Dari mana semua kemampuan heroik itu? Dan yang lebih bikin saya tidak habis pikir adalah fakta bahwa saya ya perempuan, saya insyaAllah kelak akan jadi istri, dan insyaAllah kelak akan jadi ibu. Kelak saya akan mengalami pertambahan peran menjadi obat untuk orang-orang yang paling penting dalam hidup saya di masa depan. Kesadaran tersebut yang kadang menimbulkan rasa kecut di hati. Mampukah saya? Mampukah saya? Namun jika keraguan mulai muncul di hati lekas saya kembalikan semua ini kepada pemilik segala perkara. Selalu ada resep saat meracik obat, dan selalu ada aturan pemakaian agar obat yang diminum dapat menghilangkan penyakit. Saya percaya Allah telah memberikan formula alami dalam diri setiap perempuan sesuai kodratnya. Kalau ibu saya bisa menjadi obat bagi bapak, saya dan saudara-saudara, kenapa saya tidak? Yang perlu saya lakukan saat ini adalah banyak belajar tentang banyak hal dan dari banyak pengalaman perempuan-perempuan yang lebih dulu menapaki peran sebagai istri/ibu dalam hidupnya. Yang perlu saya lakukan saat ini adalah mempersiapkan diri agar kelak dapat menjadi obat yang baik bagi keluarga saya, keluarga kami, insyaAllah. 

Komentar

Postingan Populer