seperti jejak-jejak angin yang tertinggal pada daun yang bergoyang, atau helaian rambut yang terlepas dari jalin ikatannya, atau kertas pada buku yang berubah halamannya meski hanya satu lembar, aku tak bisa menutupi jejak kebahagiaan di wajahku setiap harinya. jejak yang jika semakin kututupi maka semakin kusadari bahwa ibu sudah mengetahuinya. jejak yang jika semakin kuhindari untuk bercerita maka semakin terbaca jelas sudah semuanya.

sementara bicara ketakutan, ah.. aku tidak tahu bisa seperti ini rasanya, mengalami ketakutan-ketakutan yang kemudian luruh hanya dengan mendengar suaramu. tapi hidup tidak akan berhenti pada satu titik permasalahan bukan? setelah ketakutan yang pertama luruh kini hidupku menghampiri pos ketakutan dalam bentuk yang lain. aku takut tidak bisa mengendalikan diri untuk cinta yang sedang tumbuh-tumbuhnya ini. aku takut tidak bisa sabar bahwa sesungguhnya semua ada waktunya. aku takut Allah cemburu atas apa yang tersirat di hatiku sekarang. aku takut lupa bahwa kau adalah milikNya dan bukan milikku, sampai kapanpun jua.

maka anehnya, semakin aku mencintaimu semakin aku ingin mendekatkan diri lagi kepadaNya, merayuNya agar harapan ini segera bermuara pada satu rumah yang Ia ridhai. semakin aku merindukanmu semakin aku ingin memohon banyak padaNya dan bukan padamu, karena izin bertemunya kita dengan cara yang baik ada di tanganNya dan bukan di tanganmu. semakin aku ingin menjadi alasan semangatmu bekerja dalam satu hari, semakin aku memohon padaNya untuk meluruskan niatmu selalu hanya untukNya. semakin aku ingin menjadi sebab tenang hatimu dalam menghadapi setiap masalah, semakin aku malu padaNya karena jelas hanya Dia yang bisa menjadi penenang hatimu. bukan aku, sungguh bukan aku. semakin jelas kedekatan kita semakin aku takut Dia cemburu, sungguh takut Dia cemburu.


Komentar

Postingan Populer