Hujan Pagi Ini

Pagi ini ketika saya bangun Balikpapan sedang diguyur hujan. Memang semalaman tadi saya berkali-kali melihat langit berpendar terang menggetarkan perasaan. Kilat. Tapi sampai pukul 04.00 dinihari tadi ketika saya (akhirnya) tidur toh hujan belum juga turun (atau mungkin sudah tapi masih gerimis yang suaranya belum terdengar sampai ke dalam rumah). Berarti dalam rentang antara jam 4 hingga saat saya terbangun (kesiangan) pukul 05.40 itulah hujan mulai turun. Suasana betul-betul terasa seperti hari minggu. Ditambah lagi sapaan selamat pagi mulai bermunculan dengan testimoni hawanya-lagi-enak-banget-buat-bobok-lagi di beberapa grup whatsapp. 

Tapi mau syahdu bagaimanapun, hujan pagi ini tidak dapat merubah hari rabu menjadi hari minggu. Ya ini tetap hari rabu. Ya, orang-orang tetap harus segera beres-beres rumah, beraktivitas, bersiap untuk sekolah ataupun berangkat kerja. Tak terkecuali bagi penjual sayur langganan di RT kami. Pukul 6 lewat sedikit deru mesin motor bebek beserta klakson cemprengnya yang sangat khas memecahkan keheningan pagi. Lelek sayur berteriak lantang dengan logat medok yang tak mampu disembunyikan "yor, sayoorrr". Saya tercekat sesaat demi mendengar komposisi yang pada pagi-pagi sebelumnya biasanya saya dengar biasa-biasa saja itu. Saya tercekat karena di luar hujan masih turun lumayan deras. Lelek sayur yang saat proses menulis artikel ini baru saja membuat saya sadar kalau saya tidak tahu nama aslinya itu kemudian berteriak sekali lagi "Bu, beli sayurnya bu!", tampak ibu saya bergegas mengenakan kerudung asal comot sambil balas berteriak "Iya, beli sayur!" dan segera keluar rumah, memakai sendal, membuka payung, dan menghampiri lelek sayur itu.

Saya menyingkap tirai di balik jendela, memandangi lelek sayur di antara rinai hujan yang cukup membuat kuyup. Dia pakai jas hujan berwarna pink. Memarkirkan motornya di sudut dekat gedung kantor seperti pagi-pagi sebelumnya, membiarkan tumpukan sayur dan barang dagangannya dicium guyuran hujan. Dia dengan santai kemudian beranjak ke teras belakang kantor kami, duduk di kursi teras itu sambil makan nasi bungkus. Keponakan saya yang masih sekolah dasar, Bintang, Aliya, dan Nindi, lewat sambil berceletuk ringan "leleknya sarapan!". Lalu pemandangan berlanjut dengan kehadiran ibu saya dengan payung birunya, memilih-milih belanjaan sementara lelek sayur masih menghabiskan sarapannya di teras belakang kantor kami. 

Saya mendadak merasa trenyuh. Betapa lelek sayur itu bela-belain kerja hujan-hujan sepagi ini untuk menjemput rezeki halal. Saya langsung ingat penuturan ibu-ibu kantor yang juga berlangganan sayur dengan dia bahwa beberapa waktu yang lalu ketika semingguan dia ga jualan sayur ternyata karena sedang sakit dan harus opname di rumah sakit. Tanpa keluarga, mungkin hanya dengan beberapa teman yang sama-sama penjual sayur keliling. Mendadak di ruang tamu yang sunyi itu saya ingin menangis untuknya.

Pemandangan pagi ini menjadi satu lagi pengingat bahwa saya seharusnya banyak bersyukur atas begitu berlimpahnya kasih sayang Allah. Saya berkesempatan tinggal bersama keluarga tanpa perlu jauh merantau dan tidak perlu mencari nafkah sampai basah kuyup kehujanan . Hidup saya jauh lebih aman dan nyaman daripada lelek sayur. Kemudian akhirnya terpikirkan lagi profesi-profesi lainnya yang tetap harus bekerja meski kondisi hujan turun ; para kurir dengan sepeda motor, polisi lalu lintas, supir gojek, sampai penyapu jalan.  Hati semakin rawan mengingat para pekerja-pekerja itu. Mereka sedang berjuang mengumpulkan rezeki halal demi mengebulnya asap satu dapur, demi anak agar bisa tetap sekolah, demi bayar listrik dan air, demi hidup yang dicukup-cukupkan. Pagi ini, dari merekalah saya diingatkan Tuhan untuk lebih bersyukur dengan keadaan. Pagi ini, dari lelek sayur yang deru mesin motor bebeknya sangat khas dan klakson cempreng yang menembus hujan. 

Semoga sehat ya lek, semoga berkah :)




Komentar

Postingan Populer