Kangen Mbolang



Tanggal 4 November 2016 kemarin seorang kawan baik saya, Liska Nurjanah berulang tahun. Liska adalah salah satu kawan baik semasa kuliah yang perjalanan hidupnya sangat saya kagumi. Saya masih ingat pada suatu pagi yang sangat dingin di tahun 2013 saya masih di kereta dalam perjalanan Jogja - Malang. Tak ada orang yang bisa menjemput di rumah. Masih terlalu pagi untuk naik kendaraan  umum dan saya pun tidak pernah naik angkot sendirian sebelumnya. Dan saya menghubungi Liska. Meski ditelpon mendadak Liska siaga untuk menjemput di stasiun pagi buta dan mengantar sampai ke rumah. Momen itu tidak akan pernah saya lupakan. Terlebih lagi di perjalanan pulang stasiun - rumah itu Liska mengabari kalau beberapa hari ke depan dalam pekan itu dia akan sidang TA, menjadi peserta sidang pertama di angkatan kami. Sementara saya? Saya masih sibuk jalan-jalan ke sana kemari waktu itu. Tanpa Liska sadari, dia lah yang menjadi pemicu saya untuk kembali fokus ke kampus dan menyelesaikan TA. Liska jugalah teman mbolang di antara segelintir teman mbolang yang saya miliki di pulau Jawa. Liska juga teman yang jika liqo bersamanya saya yakin liqonya pasti bener dan bukannya ajang pengkaderan. Liska juga (bersama Dika) yang seringkali menjadi tempat sharing tentang banyak hal terutama tentang hubungan dengan laki-laki.

Kami bertemu terakhir kali 2014, di bandara Sepinggan yang saat itu masih sangat baru selesai direnovasi dan berganti nama menjadi bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan. Liska dalam perjalanan transit dari Bontang menuju Surabaya karena diterima menjadi tenaga kesehatan di Taiwan. Ia juga menceritakan rencananya untuk melanjutkan kuliah. Betapa saya mendukung langkahnya saat itu. Tetapi kemudian semesta menghendaki perjalanan yang lebih baik untuk Liska. Di waktu yang sangat berdekatan ia membatalkan keberangkatannya di Taiwan dan malah bertolak ke Mentawai untuk menjadi relawan kesehatan Pencerah Nusantara. Setahun mengabdi Liska menikah. Dan setelah menikah ia memilih melanjutkan karirnya di Surabaya, mengabdikan diri kepada dunia kesehatan dengan caranya sendiri alih-alih menjadi bidan desa yang aman dan damai dan tentunya berpotensi sukses cepat di desanya di Ponorogo. Bagi saya Liska adalah kawan yang berani dan menginspirasi. Kami memiliki banyak kesamaan dalam memandang sesuatu. Sesekali kabar ditukar melalui percakapan berjam-jam melalui telepon. Liska tumbuh menjadi perempuan yang hebat. 

Untuk merayakan ulang tahunnya tanggal 4 November 2016 ini saya sengaja mencari foto-foto lama untuk diunggah di instagram. Sekedar mengingatkan dia bahwa banyak kenangan sudah jauh tertinggal di belakang. Saya kemudian menemukan foto jalan-jalan terakhir kami di Malang yaitu di Pulau Sipelot, tahun 2013.



Meski akhirnya foto di Pantai Sipelot ini tidak jadi saya unggah karena gambarnya pecah jika diunggah ke instagram dan akhirnya saya memutuskan merepost foto selfie terakhir kami dua tahun lalu di bandara sepinggan, tetapi ternyata perjalanan saya menelusuri kembali artikel-artikel lama di blog menuntun saya kepada satu foto saya sendiri. Foto tahun 2013 di Grojogan Sewu Tulungagung 



Saya sangat menyukai foto-foto saat di coban Grojogan Sewu ini. Selain karena tempatnya bagus, hasil dokumentasinya bagus, dan perjalanan ini menyimpan cerita tersendiri. Saya ingat keberangkatan saya ke Tulungagung saat itu dalam rangka memenuhi undangan pernikahan teman seangkatan. Waktu itu kami pergi ramai-ramai ke Tulungagung dan menginap di rumah Intan. Setelah acara terbesutlah rencana untuk main ke air terjun yang dekat dengan rumah Intan, Grojogan Sewu namanya. Yang mau berangkat dari 10 orang hanya 3, saya, Mega, dan Intan. Intan mengajak 2 teman lelakinya di Tulungagung. Selesai bowoh teman-teman langsung bersiap pulang ke Malang, sementara kami bertiga bersiap mbolang. Ketika bersiap-siap itulah insiden terjadi; softlense saya robek. Saya lupa bagian kanan atau kiri. Tapi yang jelas saat itu saya tidak bawa kacamata. Tapi keinginan mbolang tetap kuat karena emanbanget kalau cuma karena softlense terus gajadi main. Akhirnya kami tetap pergi main ke air terjun itu dalam kondisi saya hanya memakai softense sebelah. hahaha

Melihat foto ini memori pun berhamburan. Hingga saat ini saya tidak menyesali keputusan untuk tetap ngebolang meski hanya dengan softlense sebelah, karena tempatnya benar-benar bagus dan masih sepi. Saya pun akhirnya mengambil foto ini dan merubahnya sebagai profile picture whatsapp. Baru saja diganti, Mega langsung chat. Katanya dia kenal banget sama foto ini. Ah.. rupa-rupanya Mega pun masih ingat perjalanan yang sudah berlalu 3 tahun ini. Akhirnya obrolan mengalir, berdua Mega memutar kembali memori-memori menyenangkan selama kuliah. Mega memang salah satu kawan yang paling sering mbolang bareng saya. Lebih sering daripada Liska. Petualangan bersama Mega tergolong seru, bahkan Mega juga yang malah mengingatkan bahwa kegilaan saya saat itu bukan hanya pergi ke air terjun dengan softlense sebelah, tetapi juga sore setelah dari air terjun itu kami berdua langsung pulang ke Malang dan sayalah yang menyetir motor dari TulungAgung - Blitar hanya dengan menggunakan softlense sebelah! Seru juga kalau diingat-ingat sekarang. Seru dan terasa sangat berharga semua pengalaman agak nakal dan nekat itu. Jika sudah sampai di titik ini di mana mbolang adalah kesempatan langka, bersyukur sekali memiliki banyak hal di masa lalu yang dapat dikenang dan dirasakan manisnya sampai sekarang. Ah, kangen!

Komentar

Postingan Populer