#puisimalam 19 november 2016

Di antara sekian banyak sosial media, sejujurnya favorit saya masih lah twitter. Banyak sekali sih ya alasannya. Selain karena masih yang paling update, masih yang paling simple dan efektif dalam satu timeline menyimpan buaaanyyyak informasi, twitter masih lah sumber utama juga mengetahui ini itu tentang perkembangan sastra. Selain itu juga di twitter saya tidak kesulitan melakukan penyaringan untuk menghindari teman-teman yang nyampah di sosial media, lumayan sepi untuk curhat-curhat colongan kalau sedang lelah hahaha, dan juga karena ada sesi-sesi bikin puisi dadakan seperti yang biasa diselenggarakan akun @agus_noor dan @nulisbuku dengan hastag #puisimalam. 

Bagi saya pribadi #puisimalam selalu menjadi momen yang dinanti-nanti. Mengapa? karena konsepnya unik. Saya tidak pernah benar-benar tahu jadwalnya, tidak bisa merencanakan kata kuncinya, juga tidak selalu bisa ikutan. Akhirnya jadi bener-benar kayak jodoh aja. Kalau waktunya bertepatan ikut, kalau kelewat ya gapapa. Konsep bebas tapi sekali ketemu punya makna ini sangat saya sukai.

Hal yang paling dirindukan dari ikutan #puisimalam adalah tantangan membuat puisi dengan karakter yang terbatas. Hanya 140 karakter itu pun masih harus dipotong mention akun @nulisbuku dan hastag #puisimalam. Jadi benar-benar tertantang untuk main kata. Kondisi yang membuat kita bebas melihat akun-akun lain yang sedang menuliskan #puisimalam juga memotivasi saya supaya tidak menggunakan diksi yang itu-itu saja. Akhirnya jadi semangat cari diksi lain. Ah, permainan di dalam mengawinkan kata dengan kata itu betul-betul menyenangkan terlebih jika saya mampu mengakhirinya dengan perasaan lega. Yap, bukan bagus atau tidaknya puisi yang menjadi parameter. Bahkan bukan pula perkara diretweet atau tidak oleh akun @nulisbuku. Melainkan lega atau tidak  perasaan saya setelah menulis puisi singkat itu. Sudah tersalurkan atau belum keresahan yang ingin disampaikan. Jika sudah, perasaan lega macam itulah yang sebenarnya tak tergantikan, bahkan meskipun hanya satu puisi singkat.

Selain itu pula yang paling membuat rindu adalah momen meluapkan perasaan itu sendiri. Setelah lelah seharian beraktivitas kadang butuh juga meluapkan emosi-emosi di dalam diri dengan satu dua bait. Tapi saya bukanlah orang yang gemar membuat status-status di sosial media yang ramai macam facebook karena meski ingin dibaca tapi tetaplah tidak ingin dibaca. Nah lho. Aneh kan? Ya maksudnya, ingin dibaca tapi ga ingin dibaca orang yang ada di keseharian kita. Inginnya dibaca orang asing aja, yang tidak berspekulasi macam-macam dengan apa yang saya tulis melainkan memaknai puisi saya ya sebagai puisi itu sendiri, bukan menerka-nerka ada apa dengan saya sampai menulis puisi macam itu dan macam ini. Nah, keanehan ini ternyata menemukan muara yang tepat. Muara itu mewujud dalam hastag #puisimalam. 

Lega sekali bisa nulis sesuatu yang random dan punya tujuan kemana menuliskannya,  yang dalam hal ini adalah akun @nulisbuku. Tentu lebih lega dan menyenangkan lagi kalau diretweet meski ga selalu semua tweet bernasib baik. Lebih lega lega lega lagi kalau diretweet oleh akun-akun lain, yang notabenenya hampir selalu akun asing. Tercapailah hasrat "ingin dibaca tapi tak ingin dibaca". Terima kasih banyak @nulisbuku dan orang-orang yang memiliki ide menciptakan muara ini.

Oke, langsung saja. Berikut 5 puisi yang saya tulis secara insidental semalam. Entahlah mengapa saya ingin membagi mereka di dalam blog ini. Barangkali karena kata kuncinya yang istimewa. Ya, kata kunci puisi malam semalam adalah tentang puisi itu sendiri. Selamat beribadah puisi :)<140 :="" adalah="" blog="" buat="" di="" div="" entah="" ingin="" ini.="" insidental="" istimewa.="" karakter="" karena="" kata="" kenapa="" kunci="" kuncinya="" malam="" membaginya="" mungkin="" puisi.="" puisi="" saya="" semalam.="" semalam="" ya="" yang="">


kucium lengkung senyummu. kutemukan getir di sudutnya. kusibak kabut di matamu. kudapati puisi tak bermuara

setelah aku lancar membaca cinta baru aku tahu ibu tak pernah memberi spasi di setiap puisi kasih sayangnya


tersimpan satu puisi tak selesai di garis tanganku.  
malam itu beberapa kata tertinggal di jemarimu  


ada puisi yang tak pernah bisa kutuliskan 
tentang engkau dan garis lembut di sudut matamu saat tersenyum, misalnya  


bayangmu, kekasih arus mengalir di lekuk puisiku yang terakhir 

Komentar

Postingan Populer