Kunjungan ke Stan Fokus dan Mandi Hujan

Akhir November kemarin saya berkesempatan untuk berlibur selama 5 hari ke Pulau Jawa. Destinasinya cukup padat antara lain Jogja - Salatiga - Solo - Wonogiri - Malang - Batu - Probolinggo - Malang - Surabaya. Saya akan sharing cerita liburannya di artikel lain yaa. Hal yang ingin saya sampaikan berkaitan dengan liburan ini adalah adany satu hal yang meleset dari antisipasi saya. Bukan sakit, atau rencana di luar jadwal, atau kecelakaan di jalan, atau insiden-insiden tertentu. Bukan yang seperti itu. Melainkan satu hal yang sangat sepele. Berlibur 5 hari di titik-titik itu ternyata membuka rekam memori saya tentang kenangan bertahun-tahun tinggal di Pulau Jawa, baik yang telah terakumulasi sejak kecil maupun kenangan 3tahun menuntut ilmu. 

Banjir kenangan, satu hal yang tidak saya antisipasi sebelumnya. 

Dan tepat saat saya menginjakkan kaki di bumi Yogya, sejak itulah guyuran kenangan menghujani hati saya. Sudah terlambat, saya tak sempat mempersiapkan diri. Saya pun terkejut, ternyata ada banyak sekali kenangan di setiap sudut kota-kota yang saya kunjungi. Alhasil, meski foto-foto saya selalu menampilkan deretan senyum, namun sebenarnya hati saya resah. Semakin resah, karena sebenarnya keresahan itu sudah saya bawa sejak dari Balikpapan. Bibir senyum, mata berbinar, perut kenyang dengan makanan-makanan yang dirindukan. celengan rindu pecah dengan reuni-reuni kecil dan pertemuan-pertemuan, tapi hati ini resah. 

Resah mendapati telah begitu lama meninggalkan Pulau Jawa sejak terakhir memutuskan pulang ; 3 tahun lalu. Resah mendapati telah begitu banyak kenangan digurat di sana sini. Setiap kali saya berpaling selalu ada saja kenangan yang muncul dengan orang-orang yang berbeda. Mungkin yang membuat saya merasa nelangsa kemudian adanya kesadaran bahwa beberapa nama yang menemani saya membuat kenanangan itu kini hanyalah sebuah nama. Kedekatan yang dulu seperti tak terpisah kini hanyalah dongeng sebelum tidur tentang kenangan akan nama-nama yang berubah menjadi orang asing. Saya pun jadi orang asing untuk nama-nama itu.Sedih. Tapi bukankah memang begitulah hidup? Tidak pernah benar-benar ada yang abadi, termasuk hubungan yang paling dekat sekalipun. Setiap pertemuan berpasangan paling erat dengan perpisahan. Dan masa depan toh akan selalu jadi masa lalu juga. Saya berusaha menghibur diri, menikmati liburan dengan bahagia bersama keluarga dan teman-teman baik, tetapi keresahan saya tidak menemukan obatnya. Hati saya masih belum juga tenang.

Sampai akhirnya saya kembali ke Balikpapan. 

Dengan hati yang masih resah, bahkan bertambah resah.

Saatnya mengunjungi kawan-kawan yang memberi doa baik agar lancar selama di perjalanan. Paling awal yang saya datangi adalah kedai Kopi Sahabat dan Pena dan Buku. Di sana bertemu Mas Jamil, Mba Yusna, dan entah beberapa orang yang terasa asing, meskipun sebenarnya saya lah orang asing di tempat itu. 

Kunjungan kedua adalah ke sebuah stan pameran milik kawan-kawan Fokus Balikpapan. Saya tidak tahu pasti dimana posisinya dan seperti biasa enggan menghubungi siapapun. Malam itu, hari Sabtu. Saya pergi sendirian dari rumah, tanpa ekspektasi apapun selain menemui Mba Errie, menunjukkan batang hidung, mengisi "daftar hadir" karena lama tidak ikut kumpul-kumpul. Setelah memastikan di grup ada yang juga pergi ke sana, saya mematikan gawai. Saya bahkan tidak tahu pasti di mana letak parkir motor dan kemudian parkir sesukanya saja sesuai feeling. Sampai di depan gerbang pameran saya memutuskan masuk sendirian. Sempat ditegur panitia, dikira salah satu peserta pameran mungkin karena tampak pede sekali jalan sendirian. Padahal sih sebenarnya sama sekali gatau mau ke mana dan hendak menuju stan yang mana dari puluhan stan itu.

Setelah melewati gerbang masuk, saya melihat papan petunjuk yang sebenarnya sih tidak terlalu memberi solusi tapi cukup membantu saya membuat keputusan, untuk belok kanan. Saya pikir ya sudah, ketemu stan nya baguslah, ga ketemu ya gapapa. 

Ketika berjalan sendirian dalam keramaian itu saya merasa pinggang saya dicolek. Saya menoleh dan ada One di sana dengan adik perempuannya. One menyapa dan terkejut mendapati saya benar-benar sendirian di tengah keramaian. Dia lebih terkejut lagi mendengar pengakuan saya bahwa ini adalah pertama kalinya saya datang ke festival-festival macam ini. Dari One saya tau bahwa keputusan saya menelusuri stan sebelah kanan dari gerbang pameran adalah keputusan yang tepat. 

Okay. Saya lanjutkan perjalanan. 

Adalah hal yang mudah kemudian menemukan stan Fokus. Teman-teman yang ada saat itu sedang asyik menyimak live music  dari panggung utama sehingga tidak menyadari keberadaan saya. Saya menyalami Mba Errie, Mbah Mini, dan Mas Anto. Mungkin ada 5 menit ya saya ikutan nimbrung di stan itu baru kemudian satu per satu teman-teman menyadari keberadaan saya.

Berikut isi dari stan Fokus, saya ambil dari kamera Kak Sari














 


Fokus merupakan sebuah gerakan inisiatif positif yang mewadahi teman-teman pelaku usaha kreatif di Kota Balikpapan. Bisa dilihat dari gambar-gambarnya ya betapa bentuk kreativitas teman-teman Fokus ini sungguh beraneka ragam. Kalau tertarik dengan karya dan gerakan mereka bisa buka instagram @fokus.bpn

Seperti ini kira-kira suasana Festival nya, saya lupa namanya apa Market Day bla bla gitu lah kalau ga salah



Saya baru ingat samasekali ga' ambil gambar panggung utamanya ya. Tapi saya ingat band itu menyanyikan lagu apa. I don't Wanna Missed A Thing by Aerosmith. Saya ingat saya dan Mas Anto bernyanyi mengikuti permainan musik mereka. Setelah itu si penyanyi menyanyikan satu lagu lagi dan sekaligus menutup acara. Nah, yang tidak disangka-sangka, tepat ketika lagu terakhir ditutup, tepat ketika si mbak penyanyi yang bajunya serba hitam itu pamitan dan closing, tepat saat itulah hujan mengguyur dari langit. Deras. Dan sungguh tiba-tiba.  Seketika pengunjung yang memadati area pameran segera bubar dan menyerbu stan-stan terdekat untuk berteduh. Kami? Tentu kami pun lari ke dalam Stan Fokus.


Stan Fokus yang lengang mendadak penuh. Ruang seluas kira 3x3 m itu padat dengan kehadiran orang-orang yang basah kehujanan. Tapi apa kami menggerutu? O tidak. Kami malah senang karena kondisi mengejutkan macam ini jarang-jarang terjadi. Malah sempat foto-foto pula. Setelah foto beberapa kali hujan bukannya mereda tetapi malah makin deras. Kami segera menyadari ini bukan kondisi yang baik bagi stan Fokus yang kebanyakan berisi hasil karya berbahan dasar kertas. Ramai-ramai kami menyelamatkan barang-barang pameran, buku-buku, dan tas-tas ke dalam plastik. 



Semakin lama hujan turun semakin deras. Aneh banget, tidak ada mendung atau pertanda angin kencang tapi hujan bisa sebegitu derasnya diiringi sambaran kilat, petir, dan angin kencang. Bahkan dasar stan sudah tergenang air setinggi mata kaki. Hampir semua dari kami basah kuyup sampai akhirnya muncul ide kenapa ga mandi hujan sekalian?

Yes!

Maka itulah yang kami lakukan kemudian




Kapan terakhir kamu mandi hujan? Sengaja mandi, membiarkan dirimu basah dan bermain-main bebas di bawah guyuran hujan. Loncat-loncat di atas genangan air dan bermain ciprat-cipratan? Saya, Kakim, Mba Yus, Mba Errie, dan Kak Sari melakukannya minggu lalu. Kami sempurna kebasahan. Kami sempurna kedinginan. Tapi kami sempurna bebas dan bahagia. Kami sempurna sukses membayar kerinduan akan hujan. Kami sempurna mengeluarkan anak kecil dalam diri kami masing-masing. Itu rasanya asik banget! Saya jarang sebahagia dan selepas ini deh sepanjang 2016 ini. 


Satu hal yang kemudian saya sadari, ternyata hujan ini pun perlahan menjadi terapi bagi saya. Saya dapat merasakan sensasi air masuk ke dalam setiap pori-pori baju, kemudian basah sempurna hingga ke kulit. Saya kedinginan tapi bahagia. Rasanya adanya yang ikut luruh bersama setiap tetes air yang membasuh setiap inci tubuh saya. Rasanya adanya yang ikut lepas seiring dengan tawa saya yang begitu lepas di bawah langit bercahaya kilat dan petir. Rasanya ada beban yang terangkat setiap kali saya menengadah dan memerhatikan betapa banyak, sungguh banyak, dan tiada putusnya, air menetes satu per satu dari langit. Pilinan benang-benang ajaib yang dinginnya melegakan hati. Saya bahagia. Keresahan itu sekejap menghilang. Saya tertawa sendiri di bawah derasnya hujan. Tertawa bermain air bersama mereka. Di waktu yang sama, saya menertawakan diri sendiri yang sudah jauh-jauh pergi ke Jawa 5 hari tetapi malah menemukan obatnya di rumah. Ga jauh-jauh. Di sini. Di Balikpapan. 

Ternyata mandi hujan bersama teman-teman terbaik itu benar-benar obat yang luar biasa.


Sabtu itu saya pulang basah kuyup, masih sakit, dan kemalaman. Tapi saya sepenuhnya bahagia


Komentar

Postingan Populer