Puisi Tentang Bagaimana Sesuatu Menjadi Puisi

Bulan Oktober 2016 yang lalu, M Aan Mansyur sempat datang ke Balikpapan dan menjadi pembicara di acara garapan komunitas Balikpapan Menyala bernama Ruang Aksara. Aan datang sebagai pembicara langsung dengan agenda acara bedah buku Tidak Ada New York Hari Ini. Saat itu saya ingat, ada seorang peserta bedah buku yang bertanya, atas dasar apa Aan Manyur menyertakan sebuah quote berbahasa Inggris milik seorang penulis lain di dalam buku puisinya? Aan kemudian menjawab, bahwa kadang kala ada hal-hal yang terlintas di kepala dan ketika kita mencari kata-kata yang tepat untuk menuliskannya ternyata kata-kata itu telah lebih dulu dituliskan oleh orang lain. Kata-kata yang ditulis orang lain itu terkadang benar-benar tepat dan saking tepatnya sudah sangat cukup dan tak perlu lagi rasanya membuat kalimat lain untuk mengungkapkan pemikirannya. Sebenarnya bisa saja menuliskannya lagi dengan bahasa sendiri dan pilihan kata yang sedikit diubah, tapi kemudian jika memang apa yang dipikirkan sudah benar-benar terwakili orang tulisan orang lain itu, untuk apa menuliskannya lagi? Salin saja lah quote milik orang lain itu, dengan cara yang santun tentunya. Dan itulah yang dilakukannya di dalam buku Tidak Ada New York Hari Ini. 
Hari ini saya mengalami hal itu. Tidak sama persis, tapi mirip-miriplah. Ah, tidak mirip juga sih. Hanya menyinggung ide yang sama. Beberapa waktu yang lalu saya sempat menuliskan sebuah bait. Inti dari bait itu adalah tentang bagaimana sesuatu bisa menjadi puisi. 

Hari ini, baru saja, saya membuka medium Aan Mansyur dan menemukan hasil kerjanya menerjemahkan 3 puisi berbahasa inggris milik Afzal Ahmed Syed. Satu di antara nya membuat saya teringat dengan bait yang saya tulis beberapa waktu yang lalu.  
— terjemahan bebas 3 sajak Afzal Ahmed Syed oleh M. Aan Mansyur
AKU TAKUT
Aku takut
menyentuh benda-benda di dekatku
dan mengubahnya jadi puisi.
Aku menyentuh roti
dan kelaparan jadi puisi.
Pisau mengiris jemari
dan darah meleleh jadi puisi.
Gelas lepas dari tangan
dan pecah jadi puisi.
Aku takut
mengubah jadi puisi
benda-benda yang kuamati.
Aku melihat pepohonan
dan bayangan jadi puisi.
Aku menatap ke bawah dari atap
dan langkah-langkah jadi puisi.
Aku menoleh ke kuil
dan tuhan jadi puisi.
Aku takut
mengubah jadi puisi
hal-hal di kejauhan.
Aku takut
memikirkanmu
memandangmu
memelukmu
dan kau jadi puisi.
sumber medium M Aan Mansyur

Tentang keresahan bahwa apa yang disentuhnya akan menjadi puisi, mengingatkan saya kepada kisah Raja Midas yang akan mengubah apa saja yang disentuhnya menjadi emas. Tetapi lihat, apakah kemudian jika tak menyentuh sesuatu maka sesuatu itu tak jadi puisi? Saya meragukannya. Bahkan tak perlu disentuh sesuatu yang mengandung makna puitik tetaplah mampu membuat seseorang menjadikannya puisi. 

Sebenarnya pun puisi Afzal Ahmed Syed dengan sebait kalimat yang saya buat memiliki makna yang bertentangan. Ahmad mengganggap apa yang disentuh akan jadi puisi, sementara saya berpendapat sesuatu yang paling tak tersentuhlah malah yang dapat menjadi puisi. Tapi bagaimanapun saya suka, Puisi ini sungguh indah. Selain itu juga karena keresahan itu ternyata tak hanya saya rasakan tetapi juga dirasakan oleh Afzal Ahmed Syed (jauh sebelum saya tentunya). Keresahan tentang betapa segala sesuatu dapat menjadi puisi. Terima kasih Mas Aan karena sudah menuliskannya dan membaginya di medium.

Komentar

Postingan Populer