Saat yang Tepat

Saat yang Tepat


Dua minggu lalu, seorang kawan mengadu. Soal begitu peliknya ia menyukai seseorang. Apakah ia harus mengatakan isi hatinya atau tunggu saat yang tepat?
Sumber: Google
Saat yang tepat? Kalau kita tahu kapan saat yang tepat, tentu semua jadi gampang. Ndak mungkin dilema itu timbul kalau di bumi ini ada yang memastikan “saat yang tepat.” Banyak hal sukses karena “saat yang tepat.” Kematian dan kelahiranpun berlangsung di “saat yang tepat.” Tragedi dan inovasi ada karena “saat yang tepat.” Kapan? Masih misteri. Sampai ditemukannya mesin waktu.
“Ya bukan gitu. Aku kan takutnya nanti dia salah paham.”
“Kalian dua orang dewasa. Kecuali kalian bicara dalam dua bahasa berbeda, kenapa takut salah paham?”
“Gimana ya. Ya pokoknya gitu. Nanti deh…”
“Kapan?”
“Kok ke situ lagi?”
“Saat yang tepat” sekarang kembali padanya. Berbalut ragu sekaligus takut. Takut terjadi hal diluar harapan. Ia butuh waktu. Waktu untuk dirinya sendiri. Maka ia menunggu. Menunggu nalarnya bisa berdamai dengan dua kemungkinan: mengecewakan atau membahagiakan.
“Aku cinta.” Kalimat ini ditahan-tahan. Alasannya bukan karena menunggu orang yang tepat, tapi “saat yang tepat.” Cinta jadi kata yang asing buat kita. Tabu diperbincangkan. Malu diutarakan. Apalagi diwujudkan. Anugerah kemanusiaan yang jarang digunakan.
Padahal, hal buruk selalu terjadi. Yang baik juga ndak kalah banyaknya. Yang paling merugi adalah orang yang menunda perasaannya. Cinta bukan untuk pengecut.

Komentar

Postingan Populer