Semesta Kata (1)

Kalau ditarik jauh ke belakang, sepertinya ini semua dimulai enam tahun yang lalu, pada pertengahan 2010, di kamar 30 asrama kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang. Waktu itu saya tidak memiliki niat apapun, selain sebagaimana halnya penghuni asrama lain yang semuanya perempuan; membawa barang kesukaannya ke asrama. Mereka bawa boneka, foto pacarnya, baju-baju lucu, sendal tidur karakter, bantal, selimut warna-warni, make up lengkap, sepatu high heels, tas, dan lain sebagainya. Saya pun membawa barang kesukaan saya, buku. Saya membawa beberapa buku dari Balikpapan dan cukup banyak membeli di Malang. Saat itu saya adalah konsumen aktif beberapa toko buku di Malang mulai dari yang bonafit macam Gramedia dan Toga Mas sampai pasar buku yang menjual buku-buku bajakan, kalau di Malang pasar Wilis namanya. 

Kembali ke asrama. Di kamar yang berisikan 4 orang dan dua ranjang bertingkat. Masing-masing ranjang dipakai dua orang. Saya meniduri salah satu ranjang di atas, yang bersebelahan langsung dengan atap lemari. Di atap lemari baju yang kosong itu saya meletakkan alquran, beberapa pernak-pernik, dan kacamata saat tidur. Awalnya saya hanya membawa beberapa buku untuk dibaca sendiri. Kalau sudah selesai akan dikembalikan ke rumah setiap weekend dan menggantinya dengan buku baru. Kesadaran baru timbul saat berkali-kali melihat kondisi atap lemari yang masih banyak ruang. Saya pun berpikir kenapa ga dibawa aja semua bukunya, kan bisa dipinjamkan? Minggu depannya saya sudah bawa beberapa judul dan atap lemari pun ga ada ruang kosong lagi. Awalnya saya menawari teman-teman kamar kalau mereka boleh pinjam buku ini, tapi sepertinya waktu itu ga ada yang minjem haha. Lalu akhirnya saya cerita ke beberapa teman di kelas yang kemudian saat di luar jam kuliah mereka main ke kamar, memilihi-milih buku. Satu per satu buku pun meninggalkan kamar 30. Buku-buku itu kemudian tidak kembali selama 1 tahun, sempurna berputar di antara teman-teman seangkatan. Mereka saling bertukar tanpa mengembalikannya terlebih dahulu ke empunya. Tapi itu ga masalah. Saya senang-senang saja.

Melihat hal itu pernah suatu hari teman kamar saya, Chica, berceletuk, "wah bisa tuhh mbar bukunya disewakan. lumayan nambah uang jajan" kira-kira seperti itu. Waktu itu dengan naifnya saya langsung menjawab " Aku ga mau menguangkan buku Cha". Serius, waktu itu memang samasekali ga ada niat untuk mendapatkan uang dari buku, padahal saat itu saya sedang suka-sukanya cari tambahan uang jajan dari jual-jual gelang manik-manik dan bros bikinan sendiri. Bagi saya buku adalah sesuatu yang sakral. Menjadikan buku sebagai komoditi bisnis sama halnya menciderai idealisme yang selama ini saya pegang sendiri bahwa saya sangat mengagung-agungkan nilai sebuah buku, tsaaahh. Saya berpikir demikian padahaaal... sementara di waktu yang sama juga rajin beli buku bajakan karena harganya lebih ramah di kantong mahasiswa, hahaha. Naif dan sempit sekali pikiranku waktu itu ya. 


Komentar

Postingan Populer