Aku (Tidak) Sedang Tenang-Tenang Saja

Pagi ini bos di kantor menyapa. 
Mbar, apa kabarmu? 
Baik alhamdulillah. 
Kapan?
Kapan apanya?
Kapan kayak di kalender itu?
*lihat ke gambar kalender di meja 
Dapat penghargaan? hehehe
Kapan salaman kayak yang di kalender itu?
Ng... hehehe *gabisa jawab
Si bos tersenyum dan berlalu
.
Well then, aku lihat sudut matanya waktu meninggalkan aku di ruangan tadi. Tatapan yang mengandung banyak makna. Mungkin bertanya-tanya.. atau mungkin kasihan? Mungkin juga karena dilihatnya aku tenang-tenang saja, ga pernah ada yang ngapel ke kantor atau ke rumah (rumahku sama kantor deket). Mungkin karena ga pernah lihat aku dibonceng cowok selain danar. Mungkin karena aku ga pernah upload foto apapun dan update apapun soal relationship. Mungkin kelihatannya dia jadi khawatir. Mungkin dilihatnya aku banyak teman main, banyak kegiatan tapi kok ga ada juga yang diseriusin. Mungkin dikiranya aku gak laku karena terlalu pendiam? Ah tatapan itu membuat orang introvert macam aku ini bisa berpikir banyak dan lompat-lompat dan random hahaha. 

Tapi terlepas dari semuanya tatapan tadi mengingatkan aku kalau ternyata aku sering dapat tatapan seperti itu. Dari tante, dari om, dari teman kecil yang renuian, dari ibu, dari bapak, dari... ah entahlah. Aku juga baru sadar. Mungkin mereka memang mengkhawatirkanku ya. Tapi sebenarnya aku baik-baik saja sekarang. Baik-baik saja meski belum utuh. But it's ok dan aku ga punya masalah tentang hal ini. Maksudku, aku menerima kondisiku yang seperti ini saat ini. 

Tentang kesendirianku sekarang, di usia 25 tahun, ketika teman-teman semakin banyak yang melepas status lajang. Bukan berarti aku gamau seperti mereka. Bukan berarti aku ga berusaha. Bahkan bukan berarti juga ga ada yang mengusahakanku. Aku pun sedang berproses. Drama-dramanya banyak. Lika-likunya kayak sinetron. Tapi aku memutuskan menyimpannya di dalam ranah privat saja, tak perlu update status. Tak perlu cerita-cerita. Aku juga memutuskan untuk menghadapi ini dengan tenang, mengalir, dan tidak terburu-buru, termasuk tidak terburu-buru untuk bilang "iya". Aku memang keras kepala, tapi jauh lebih dalam dari itu aku hanya ingin tidak egois. Ke mana sih akhirnya sebuah pernikahan? Apa sih tujuannya? Mungkin untuk beberapa orang, hal ini bisa jadi perkara yang sangat sederhana. Tapi aku memilih memperpanjang kesabaran tinimbang ngambil "gampangnya" aja. Ya, aku memang keras kepala, tapi aku tahu apa yang sedang kuperjuangkan, apa yang sedang kutunggu, apa yang sedang kucari. Meski belum tahu siapanya, tapi cukup tahu orang yang seperti apa. Lagipula simpelnya, ya memang belum datang aja jodohnya, Mungkin masih banyak juga di aku yang harus diperbaiki dulu, mungkin kalau semua ikhtiar berjuang sendiri dilihatNya sudah cukup, barulah waktu untuk berjuang bersama itu akan tiba. Lagipula aku juga masih dan selalu masih yakin, urusan ini hal yang gampang saja bagiNya. Jadi sebenarnya, aku tidak sedang tenang-tenang saja ya. Aku pun berikhtiar, aku pun berdoa. Tapi bagaimanapun, terima kasih telah menanyakan kabar dan mengkhawatirkanku, pak bos :)

Komentar

Postingan Populer