Kecemasan Dalam Pernikahan

Seorang penulis di akun twitternya siang ini memberi beberapa pertanyaan tentang pernikahan kepada para followernya. Pertanyaan yang paling banyak dijawab dan ia retweet adalah "apa yang dicemaskan tentang pernikahan?". Sebuah pertanyaan yang pasti memicu kita yang sendiri ini untuk mengingat-ingat apa saja yang patut dicemaskan dalam kelak sebuah pernikahan. 

Saya masih mencoba membuat daftar di kepala sembari terus scroll timeline twitter dan mendapati betapa banyaknya jawaban yang telah diretweet. Mari kita lihat segelintir dari jawaban itu yang saya ketik berdasarkan ingatan saja tanpa melihat kembali timeline twitter saya.
Yang dicemaskan dalam pernikahan :
1. takut nda bisa punya anak
2. tidak cocok dengan mertua
3. selingkuh

Oke ternyata saya cuma nulis 3 poin. Hanya 3 poin yang saya yakini betul saya baca tadi. Sebenarnya banyak sekali tadi tapi saya malas mengingat-ingatnya. 

Satu hal yang saya pahami dari jawaban-jawaban itu adalah bahwa pada kenyataannya itu semua tidak terjadi di dunia nyata kita -atau oke anggap saja belum, tapi semoga tidak. Semua itu tidak ada di dalam kehidupan nyata kita (saya mengulangnya). Kita yang saat ini masih sendiri sedang tidak punya mertua yang jahat, belum tahu juga akan punya anak atau tidak, tidak juga sedang diselingkuhi oleh pasangan, dan kecemasan-kecemasan lainnya. Intinya adalah semua itu tidak nyata. 

Seandainya tidak ada pertanyaan yang memicu  jawaban itupun saya bahkan tidak begitu menyadari segala bentuk kecemasan-kecemasan itu. Dan di detik itulah saya jadi sebal, kenapa sih kita harus membahas hal-hal yang tidak menyenangkan dan lebih-lebih tidak nyata terjadi dalam hidup? Kenapa sih sebagai seorang yang masih sendiri kita lebih memilih untuk mencemaskan banyak hal tinimbang percaya pada lebih banyak hal positif lainnya? Bahwa pasangan kita setia, bahwa kita akan punya anak, bahwa mertua kita baik, dan seterusnya. Bahwa semua harapan dan pemikiran positif itu akan menarik semesta untuk bekerjasama membantu mewujudkan harapan kita dan bahwa apapun yang terjadi Tuhan pasti sudah siapkan yang terbaik.

Oh ya, saya ingat lagi kecemasan lainnya yang mereka tulis 
4. finansial

Sejujurnya saya merasa heran bahwa saya tidak merasakan kecemasan-kecemasan itu samasekali. Baik saat ini ketika saya benar-benar sendiri maupun di masa-masa yang lalu ketika saya pernah menjalani hubungan serius dengan beberapa orang. Saya bukan tipikal orang yang mudah cemas tentang hal-hal macam itu. Apakah saya adalah orang yang tidak peka? Atau masih ga paham dunia pernikahan dan dunia orang dewasa itu sekejam apa? Ya ndak juga. Saya realistis juga. Sadar juga kalau hidup perlu kerja dan perlu uang. Tapi maksudnya yawis jalani aja gitu loh, percaya aja Allah pasti nda akan lalai menjaga hambaNya, memastikan memberi apa-apa yang hambaNya benar-benar butuhkan, di waktu yang tepat dengan takaran yang tepat. 

Saya jadi berpikir kok kecemasan-kecemasan itu malah wujud kalau kita meragukan kebesaran Allah. Kalau misalnya pun hal-hal ndak menyenangkan itu terjadi (karena memang hidup ini ga sempurna) toh kita juga masih punya Allah untuk menemani kita menghadapinya. Semuanya. Jadi cemas itu samasekali nda perlu. 

Dan, lagi, cemas itu wujud kalau kita sebenarnya belum siap. Saat ujian kita cemas nda bisa hanya kalau kita nda belajar. Saat belanja kita cemas nda bisa bayar hanya kalau uang kita terbatas. Cemas muncul karena kita nya sendiri belum siap menghadapi hal-hal di depan yang tampaknya lebih besar dan rumit. Sementara jika sudah siap kecemasan itu akan hilang dengan sendirinya, luntur seperti daster murah di pasar beringharjo yang baru dicuci pertama kali. Jadi intinya nda usah cemas. Kalau masih cemas ya mending perbaiki diri sendiri dulu baru nikah.

Kayaknya gitu sih. Gatau juga.

Ini artikel random banget dan ditulis cuma karena kesel timeline jadi penuh dengan kalimat-kalimat negatif tentang hal-hal yang juga belum tentu terjadi. Bener kan, seperti afirmasi positif, kalimat-kalimat negatif itu juga nular buat yang baca. Maka dari itu kalau dapat kalimat-kalimat yang ga enak mending segera dibuang, dengan bikin artikel asal tulis di blog misalnya. 

Komentar

Postingan Populer