kejadian 9 februari 2017

setiap kali berada di perjalanan, saya punya sebuah kebiasaan. saya selalu memikirkan bagaimana jika ini adalah perjalanan terakhir saya. dan pemikiran macam itu sudah jadi semacam kesatuan setiap kali saya menginjakkan kaki keluar rumah. sudah refleks. setiap naik motor, mobil, kereta, bus, kapal, pesawat, atau jalan kaki sekalipun. saya selalu mudah mengkhayalkan rok saya tersangkut di rantai dan saya jatuh lalu meninggal. di lain waktu saya mengkhayal pesawat yang saya tumpangi mati total di langit dan jatuh dan saya meninggal. di kesempatan yang lain lagi saya mengkhayal bus antar kota yang menggila menembus jalan itu kehilangan keseimbangan, masuk jurang, dan saya, sebagai penumpang di dalamnya, meninggal. pikiran-pikiran itu paling kuat setiap kali saya mengendarai motor sendirian. pemikiran-pemikiran itu mungkin berlebihan atau cenderung ga sehat, tapi untuk saya pribadi pemikiran-pemikiran seperti ini mengingatkan saya untuk selalu jaga dzikir. siapa tahu saya tiba-tiba jatuh. dan selalu berpikir ulang untuk menentukan tujuan-tujuan dalam bepergian, mengurangi perjalanan-perjalanan yang tidak perlu atau kurang bermanfaat.

beberapa hari yang lalu, khayalan itu akhirnya benar-benar terjadi.

saya masih ingat, sore pada hari kamis itu saya keluar dari parkiran pasar membonceng mba yusna yang tidak berhelm. mba yusna hendak ke sosialita dan saya hendak pulang. sebenarnya adegan mba yusna ga pakai helm itu sesuatu yang biasa dan beberapa kali terjadi, tapi emang lagi apes, baru keluar pasar kok ya ketemu polisi lagi patroli. menepilah kami. sim dan stnk saya diperiksa lalu ditahan. dua polisi yang berboncengan itu meninggalkan kami sambil berpesan agar saya menyusul ke pos plaza balikpapan. saya meminta mba yusna jalan kaki saja ke sosialita dan saya akan lanjutkan urusan tilang menilang ini sendirian. santai banget. karena salah ya udahlah ya. yang ada di pikiran saya pokoknya saya akan minta surat undangan sidang saja, lalu berniat segera pulang. hari sudah terlalu sore dan saya berjanji pada ibu akan sampai di rumah sebelum adzan magrib. tapi ternyata Allah punya rencana lain.

di putaran depan bank BRI klandasan saya memutar arah. jalan cukup padat pada jam-jam itu. saya melihat seekor kucing di tepian trotoar. kucing dewasa, hitam putih warnanya. terlihat kebingungan dari gerak geriknya. saya sempat bertanya dalam hati kenapa dia? ketakutankah? sakit kah? tiba-tiba dia lari menyeberang jalan dengan arah yang tidak bisa diprediksi. lari seperti kebingungan. dalam sepersekian detik yang tak dapat dielakkan Allah menakdirkan kucing dan ban motor saya bertemu. entah siapa yang menabrak siapa. saya bisa merasakan tubuh kucing itu berbenturan dengan ban depan sepeda motor. saya oleng. jatuh. terseret dan membentur aspal dengan cukup keras dalam kondisi telungkup. saya bisa merasakan proses jatuh itu. rasanya sakit di dada dan pundak. tapi ada yang jauh lebih menegangkan di kepala. sempat bibir dan dagu berbenturan dengan aspal tetapi kemudian dengan sisa kesadaran saya mengangkat kepala sebisanya. saya hanya mengusahakan supaya wajah tidak menyentuh aspal, itu saja.

hal yang saya ingat berikutnya adalah jalanan menjadi riuh. saya mencoba bergerak tapi tidak kuat. bibir bawah bagian dalam berdarah. tanpa saya minta seseorang membalik tubuh saya tanpa suara, menggendong saya dan membawa saya ke pinggir trotoar. kepala saya masih memakai helm tapi saya bisa merasakan pipi saya menyentuh dadanya. saya tau dia laki-laki. saya tak mampu membuka mata tetapi masih terus sadar karena ketika laki-laki itu membalik tubuh saya, secara tidak sadar saya menelan ludah bercampur darah di dalam mulut. setelah menelan itu saya menggerakkan bibir, berdzikir. selain karena menyadari ternyata kecelakaan ini cukup parah saya ingin memberi tahu orang yang menggendong saya itu bahwa saya tidak pingsan.

yang saya mampu ucapkan hanyalah kalimat "Allahuakbar". 6 kali saya melafalkan Allahuakbar tanpa putus sampai orang itu akhirnya membaringkan saya ke pinggir trotoar. saya sadar orang-orang mengerumuni.  saya masih memejamkan mata tetapi sudah bisa bicara, "saya ga papa".  saat pertama kali membuka mata yang saya lihat baju saya sudah tersingkap sampai perut dan rok sudah terangkat sampai paha. alhamdulillah saya masih pakai kaos dan legging. dengan kepayahan saya mencoba menutup kembali rok lalu tampak kaos kaki sebelah kanan lecet parah dan nyaris robek. setelah itu seorang ibu mengambil alih posisi laki-laki itu, melepaskan helm saya, meletakkan kepala saya di pangkuannya. saya membuka mata dan ibu itu menuntun saya untuk minum aqua dingin.

orang-orang mulai sibuk menceritakan ulang kronologisnya. ketika sudah sepenuhnya membuka mata saya melihat dua ibu-ibu di kanan dan kiri saya. yang saya tanyakan pertama kali adalah kucing. saya tidak tahu apakah suara saya terdengar atau tidak karena tak ada satupun yang menjawab pertanyaan saya. saya menoleh jauh ke tengah jalan dan tak melihat apapun selain pohon dan orang-orang. saya menunduk ke sebelah kiri, dan di sanalah saya menemukan jawabannya. seekor kucing tergeletak di atas parit di tepian aspal. ada darah di sekeliling lehernya. saya menjerit tertahan, "kucingnya mati" lalu menangis. menangis dengan histeris. saya tidak pernah menangis di depan orang asing seperti itu, tapi saya memang sungguh-sungguh merasa sedih, sungguh-sungguh terguncang. di detik itu saya tetap sadar bahwa semua sudah suratan, tetapi melihat jasad kucing yang kau tabrak ternyata benar-benar tak tertanggungkan.

saya menutup mata dan tergugu dua kali. ibu di kanan saya, yang memberi minum aqua dingin menghibur, memeluk saya dan bilang gapapa. kan ga sengaja. saya mendengar seseorang bilang "buang kucingnya" dan dengar suara kresek. saat saya menyeka mata dan membuka mata, hanya tertinggal bercak darah di parit kecil itu. ibu di sebelah kiri saya berulang kali mengulang kronologisnya. dari beliau saya tau ternyata saat saya terguling mobil di sebelah kanan saya langsung menepi dan rem mendadak yang jika tidak, mungkin saya sudah terlindas dan bisa lain lagi ceritanya. dari ibu itu pula saya tau kalau yang terluka hanya saya seorang. saya segera menanyakan apakah ibu itu terluka dan menjawab tidak. seseorang meletakkan kunci motor di pangkuan saya dan beberapa orang mulai membubarkan diri. seorang polisi kemudian menghampiri kami.

polisi itu menanyakan kronologisnya. meminta kartu saya dan saya bilang, saya ditilang. lalu dia memanggil kembali teman-temannya yang menilang saya itu. di waktu yang sama orang-orang mulai bertanya rumah saya di mana. mau diantar atau bagaimana. mau ditelponkan siapa. awalnya saya menelpon ibu, tapi ga diangkat, akhirnya saya memutuskan menelpon mba errie yang sedang rapat dengan teman-teman yang lain. dua tiga menit kemudian rizal datang.

singkat cerita teman-teman datang, saya dibawa ke puskesmas terdekat, mendapat pertolongan pertama, beristirahat sekitar 30 menit dan kemudian pulang diantar teman-teman pula. terima kasih banyak untuk Rendy, Rizal, Mba Errie, Mas Is, Mba Yus, Aan, dan teman-teman yang menanyakan kabar saya. satu hal juga, saya ingin berterima kasih kepada pak polisi yang membantu saya saat kecelakaan, mengawal ke puskesmas, menunggui dengan teman-teman yang lain sampai saya pulang, dan mengembalikan sim+stnk saya. ya, akhirnya sim+stnk saya dikembalikan, katanya ia ambil dari kedua temannya yang hendak menilang saya. saya tidak minta, bahkan sebenarnya setelah dari puskesmas saya sudah bersiap untuk pos plaza dan melanjutkan urusan yang tertunda, tapi ternyata pak polisinya baik. terima kasih pak polisi :)

**

selain membonceng orang dengan helm (atau kalau bonceng ga pake helm lihat-lihat waktu dan tempat) dan berhati-hati saat berkendara, kecelakaan ini ternyata cukup membuat saya memikirkan banyak hal.

saya, yang biasanya memikirkan kematian setiap kali perjalanan dan berusaha sebaik-baiknya mengingat hal itu akhirnya tersadar bahwa saya belum benar-benar memikirkannya dengan sesungguh-sungguhnya pemikiran dan belum benar-benar mempersiapkannya dengan sesungguh-sungguhnya persiapan. seberapapun dibayangkan, pada akhirnya, ketika benar-benar jatuh dan mengalaminya saya akhirnya benar-benar sadar bahwa kematian sungguhlah tak tertebak dan musibah dapat terjadi kapan saja. juga, rasanya sangat sakit. bagaimanapun kita merasa siap, pada akhirnya persiapan itu akan selalu terasa kurang. saya bersyukur kecelakaan ini bukanlah akhir dari hidup saya.

kecelakaan ini juga mengingatkan saya akan kecelakaan terakhir saya sebelumnya, sekitar 2-3 tahun lalu (atau bahkan 4 tahun?) di sebuah jalur perbukitan di malang selatan. saya masih ingat posisi jatuh saya di jalur malang selatan itu benar-benar sama persis dengan posisi jatuh saya dengan kecelakaan kali ini: tertelungkup dan terseret dengan wajah yang terlindung dari aspal karena tertahan penutup helm. yang berbeda adalah apa yang ada di pikiran saya. waktu itu, ketika saya merasakan motor mulai oleng dan tak bisa dipertahankan, saya melepas tangan dari stang dan membiarkan tubuh terjatuh, dan karena medan jalan miring saya tersert cukup jauh (sekitar 10 meter). waktu itu saya hanya bepikir kalau jatuh ya jatuhlah. gapapa. ini bagian yang menyenangkan dari perjalanan untuk kelak diceritakan. saya bahkan tidak mempedulikan kenyataan bahwa saya berhenti tepat di hadapan sebuah truk besar yang ngerem mendadak. saya tidak mempedulikan posisi jatuh saya yang saat itu sangat jauh dari rumah di malang bahkan sangat jauh dari rumah di balikpapan. saya jatuh dengan enjoy dan sangat nrimo.

sementara kecelakaan kali ini terjadi dengan benturan yang cukup keras disebabkan jalan yang rata, padat lalu lintas, dan kondisi fisik saya yang lemah karena berpuasa, saya seperti jatuh dalam ketakutan bahwa bisa saya tubuh saya yang tergeletak ini terlindas mobil yang tak sanggup ngerem mendadak misalnya. saya jadi sadar kematian ternyata memang sungguh sebegini dekatnya. saya jadi teringat ibu bapak di rumah, mba yang sedang hamil, danar yang masih di luar kota, amanah-amanah yang belum selesai. saya jadi mempertanyakan ulang, apakah saat kecelakaan itu saya pergi dari tempat yang baik dengan alasan yang baik dan pergi ke tempat yang baik dan alasan yang baik untuk mati saat itu? apakah saya akan mati dalam keadaan sudah solat atau belum solat? apakah saya akan mati dalam kondisi sedang beribadah atau sedang bermaksiat? apakah ketika saya mati yang terlintas terakhir kali di kepala adalah Allah atau selain Allah? apakah ketika saya mati saya sudah benar-benar siap? jika saya mati saat ini saya belum menikah, belum keliling dunia, belum berbuat baik lebih banyak, belum menyelesaikan hutang-hutang, belum melunasi janji, belum membuat orang-orang merasakan manfaat dari kehadiran saya. jika saya mati apakah di detik terakhir saya mengkhawatirkan hal yang benar-benar perlu dikhawatirkan atau malah sebaliknya? astaghfirullah al adzim.. dalam keadaan tak berdaya dan begitu dekat dengan maut, banyak sekali pertanyaan dan kekhawatiran yang berkecamuk di dalam diri saya.

maka saya berterimakasih kepada Allah yang telah memberikan kesempatan untuk hidup dan memberikan pelajaran yang membuat saya, setelah ini, sungguh lebih menghargainya.

kecelakaan ini juga mengingatkan saya bahwa kita manusia sungguh tak dapat hidup sendiri. ketika kita terkena musibah tentulah kita membutuhkan orang lain untuk menolong. sepanjang peristiwa kecelakaan itu, sambil memandangi orang-orang yang dengan ikhlas menolong, saya teringat dengan beberapa kecelakaan-kecelakaan orang lain yang sebelumnya saya temui di jalan. saya jadi ingat bagaimana respon refleks saya terhadap orang lain, sejauh mana saya membantu mereka, dan seberapapun saya merasa telah membantu akhirnya saya menjadi sangat malu karena saat itu tak benar-benar banyak memberikan pertolongan bagi orang-orang yang tak berdaya. kejadian ini benar-benar mengajari saya agar lebih ringan tangan dan jangan sekalipun pilih-pilih untuk menolong orang lain.

maka saya berterimakasih sebesar-besarnya kepada seseorang yang entah siapa yang telah membalik tubuh saya hingga saya menelan ludah bercampur darah saya sendiri tetapi karena itulah saya tetap terjaga meski dalam keadaan tak berdaya. maka saya berterimakasih sebesar-besarnya kepada seseorang yang entah siapa yang telah dengan ikhlas menggendong saya dan menepikan saya dari badan jalan yang terasa sangat mengerikan itu. saya sungguh-sungguh berterima kasih, kepada siapapun Anda.

tak disangka ternyata februari 2017 memberikan saya sebuah pembelajaran yang sangat besar dan bermakna. terima kasih sekali lagi, ya Allah, untuk sekali lagi kesempatan menjalani hidup.

Komentar

Postingan Populer