200 days travel around the world

aku lupa, aku pernah jadi orang yang sangat tergila-gila dengan perjalanan, berambisi bermain dengan angin bebas, lembah luas, bunga-bunga liar, pepohonan kekar, gunung-gunung yang bertebar, pantai yang mengular, dan ombak yang berdebar. 

aku lupa aku pernah jadi orang yang begitu senang pergi jauh, berjalan sendirian, menyetir dalam keheningan, berkereta dengan buku dan jalan-jalan yang diam, terbang dengan pesawat yang berdengung di antara awan.

aku lupa aku pernah jadi orang yang selalu siap pergi kapan saja, sangat mudah mengatur isi tas seadanya, makan seadanya, melangkah dengan yakin, tidur dimana saja, mematahkan ketakutan orang-orang pada mitos dengan terus berjalan, percaya bahwa bumi adalah milik tuhan bukan milik suku tertentu atau adat tertentu. 

aku lupa aku pernah jadi orang yang mudah menegur orang asing di jalan, mengajak bapak-bapak tua mengobrol di kereta, berbincang dengan seorang pengusaha di stasiun, menyapa penduduk lokal setiap kali aku melewati desa mereka dengan deru motorku yang mengganggu ketenangan mereka, berbagi sapa dengan sesama pejalan dan pendaki.

aku lupa aku pernah jadi orang yang ingin melangkah sejauh mungkin, melihat sebanyak mungkin, mengerti sebaik mungkin, menghayati sedalam mungkin, berlaku sebijak mungkin. 

aku lupa aku pernah sangat bahagia saat melihat biru laut di kejauhan, atau mengecup ombak dengan kaki kecilku, atau menengadah memandang awan dengan kerendah hatian, atau menunduk menatap tanah untuk meminta izin lewat kepada yang tak terlihat, atau memejam hanya untuk meresapi air yang jatuh dari ketinggian. 

aku lupa sampai aku melihat gambar gerak ini. 

sepertinya memang aku sudah terlalu lama berdiam di rumah. gambar gerak ini jugalah yang mengingatkanku bahwa ternyata selama tiga tahun ini sama sekali tidak ada prioritas perjalanan dalam daftar resolusi ku. bahwa selama beberapa wkatu kemarin aku masih berkesempatan pergi-pergi itu ternyata adalah bagian dari takdir dan bukan rencana personal.

aku masih merenungi judul gambar gerak ini. dari sekian banyak gambar gerak di youtube entah mengapa aku memilih gambar gerak ini. mungkin sama-sama saja isinya dengan dokumentasi perjalanan lainnya, namun angka 200 untuk mewakili lama perjalanan sepasang manusia itu ternyata benar-benar mengusik. 200 hari. satu tahun 365 hari, jadi bisa dikatakan perjalanan itu hampir setahun. berapa lama mereka menabung dan mempersiapkan segalanya? fisik, uang, pakaian, tiket, jadwal cuti dari pekerjaan, rumah yang ditinggalkan. wow. tapi bukankah itu sesuatu yang layak? pergi selama 200 hari untuk melihat dunia dan kembali menjadi manusia yang baru. manusia yang memiliki pandangan baru, fisik baru, teman baru, kenangan baru. berapa lama sih 200 hari dibandingkan seluruh usia kita? berapa banyak sih biaya dibanding seluruh harta yang bisa kita kumpulkan? Ah! gambar gerak ini membangunkan sesuatu yang lama tidur di dalam diriku. kzl.

kini yang kurasakan adalah kegelisahan untuk kembali.

kini yang kusisipkan adalah doa semoga ada kesempatan

aku harus bikin daftar perjalanan, aku harus nabung, aku harus olahraga, dan aku harus cari partner yang punya visi misi yang sama.

Komentar

Postingan Populer