menguap dalam pertanyaan

waktu berlalu. bumi berotasi. tangisan-tangisan bayi pecah. pemakaman ramai iring-iringan jenazah. kamu pun tumbuh. seperti pohon. seperti bunga. seperti aku. seperti teman-teman kita. hal-hal yang dulu tampak menakutkan menjadi biasa. tantangan tak lagi menggelora. pertanyaan-pertanyaan sederhana berganti menjadi pemikiran-pemikiran yang lebih rumit. kamu tak lagi banyak mengajukan pertanyaan itu kepada orang lain melainkan kepada dirimu sendiri, atau google, atau pak kiyai. hal-hal yang meresahkanmu tentang esok hari tak lagi sesederhana ulangan matematika. ada dapur, ada hutang, ada janji, ada pendapat orang, ada mimpi-mimpi pribadi dan dalam sekali waktu tak sempat kau jawab semua namun yang pasti kau bertambah tua. kadang hidup terlalu sesak, kadang hidup terlalu hampa. kadang langkah terlalu sulit, kadang kelapangan membuatmu bertanya-tanya, semua perjalanan ini, di manakah ujungnya?

kadang kau tersinggung, lain waktu orang lain yang kena singgung perkataanmu. kadang janji-janji tak bisa dipenuhi dan kalian saling memaklumi, karena saling tak mampu menepati. kadang seseorang begitu mengecewakan, lain waktu kau yang sangat salah ambil perhitungan. tapi lepas dari itu semua, pada malam dingin di kamarmu yang sepi, kau bicara pada langit-langit kamar yang putih, kau hanya ingin hidup dengan damai. kau ingin memaafkan dirimu sendiri, kau ingin melupakan orang-orang yang mungkin tidak kau senangi. kau ingin melewatkan semua yang tidak menyenangkan dan mempertahankan segala yang membahagiakan. kau ingin bahagia seterusnya dengan cara yang sesederhana mungkin tidak peduli betapa malasnya kau mengupayakan kebahagiaan-kebahagiaan itu agar terjadi optimal dalam hidupmu, tak peduli betapa naifnya.

cita-citamu pun berkembang. dulu kau hanya ingin lulus sekolah, lalu kemudian ingin masuk universitas bagus, lalu ingin keliling dunia, lalu ingin lulus secepat mungkin, lalu ingin kerja yang mapan, lalu masih ingin keliling dunia meski tak sekuat dulu karena kemudian kau lebih ingin menikah, menabung untuk resepsi dan membangun rumah dan untuk kemudian ingin punya anak dan seterusnya. kau hidup dalam arus sekian ratus tahun dan kau terlalu lelah untuk memikirkan apakah kau akan menjadi generasi yang ikut arus atau menciptakan gelombang baru untuk arena surfing dan kemudian karena kau tak sempat lagi memikirkan hal-hal itu akhirnya waktumu habis dan kau pun merasa terlambat untuk mempertahankan hasrat. kau terjerat dalam pusaran arus yang katanya wajar.

semakin lama hal-hal yang menggelisahkanmu tak lagi sesederhana dulu. kau lebih tenang karena menggenggam pengalaman. kau lebih berhati-hati karena mengerti. kau lebih kuno karena cari jalan aman. kau menua dan mati pada suatu hari kemudian.

di gundukan tanah basah airmata keluargamu kau menguap dalam pertanyaan,
untuk bumi yang memberimu banyak hal, apa yang telah kau tinggalkan?


Komentar

Postingan Populer