Ketika aku berbicara di dalam sebuah lingkaran bersama teman-temanku seperti biasanya di teras seseorang di antara kami itu, tiba - tiba seseorang bertanya, "sejak kapan kamu sakit mbar?". Aku berdeham tepat di tengah kerongkongan untuk mengusir gatal yang sebenarnya sia-sia, lalu kujawab pertanyaan itu ,"malam, sebelum kita camp".

Kemudian aku teringat lagi penyebabnya aku sakit, yaitu makan donat. Donat dengan pemanis yang mungkin dibeli dengan murah dan sembarangan oleh pembuatnya demi lebih banyak keuntungan bagi penjualnya. Donat yang dibeli seseorang malam sebelum camp, dibeli pasti juga tanpa pretensi dan tak benar-benar juga menginginkannya. Mungkin dibeli hanya karena aku bilang rumahku di sebelah warung donat dan kalau main ke rumah beli makan sendiri ya.  Dia membeli donat dan beberapa makanan juga minuman lainnya untuk kami bertiga waktu itu di teras rumahku. Kemudian malam itu menjadi pertemuan terakhir kami.

Aku mendapat kabar ia akan pergi dan tidak lagi menginjakkan kaki di bumi etam ini. Melanjutkan perjalanan. Seorang petualang yang setiap kali melihatnya aku selalu bertanya dalam hati, orang seperti apakah yang membuatmu akhirnya menetap? Orang seperti apakah yang membuatmu akhirnya memiliki rumah? Mau sampai kapan terus berjalan? Mau kemana lagi setelah ini? Aku sering bertanya-tanya dan menduga apakah di masa lalunya ia telah menemukan seseorang yang seperti rumah tetapi ia tak dapat menetap di dalam hatinya? Hal yang kemudian membuatnya menjadi begitu sulit menemukan rumah baru, tempat untuk pulang, juga membuatnya begitu sulit berhenti di suatu tempat untuk waktu yang lama. Betapa tak ada tempat yang dapat membuatnya nyaman di dunia ini.

Kini di tengah keramaian di teras temanku aku tersadar bahwa pertemuan yang membuat kerongkonganku sakit itu barangkali adalah pertemuan terakhir kami. Tak ada lagi dia, orang asing yang berjalan sendiri dari satu tempat ke tempat lain, mengabari tiba-tiba ada di sini atau di sana. Tak ada lagi dia, orang asing di kotaku yang kecil dan tak mampu membuatnya ingin tinggal lebih lama. Di tengah keramaian di teras rumah temanku aku berdoa semoga di tanah tempat langkahnya menjejak pengalaman baru, kelak tersiar kabar yang dibawa angin bahwa ia, seperti harapannya tahun ini, akhirnya menemukan rumahnya. Rumah untuk hatinya pulang.

Komentar

Postingan Populer