tentang kegagalan

Beberapa hari yang lalu aku mengupload fotoku sendiri di sebuah tempat di kota ini. Duduk sendiri menghadap laut dan matahari terbenam. Aku tampak duduk sendirian, tapi sebenarnya aku ga sendirian. Ada orang lain yang mengambil foto itu, ikut menikmati laut yang sama, mengheningkan cipta menghadap proses tenggelamnya matahari yang sama. 

Di instagram, aku mengawinkan foto itu dengan sebuah quote milik Nauval Yazid yang kuambil dari website linimasa.com. Quote yang sama dan foto yang sama sempat kuposting juga di blog ini beberapa hari yang lalu, saking sukanya aku sama mereka berdua (foto dan caption itu). Blog ini memang sepi, tapi di instagram tidak. Aku mengunggah dua hal yang sama dalam waktu yang berdekatan, tapi hanya karena masalah tempat, respon yang didapat pun berbeda. Blog tetap hening dengan silent-readernya dan instagram riuh rendah dengan segala kepadatannya.

Di instagram, postingan itu dilike 83 akun hingga saat tulisan ini dibuat. Ada pula beberapa komentar pemanis tambahan. Lalu apa yang ingin kusampaikan sebenarnya? Begini, sebenarnya aku ingin cerita tentang 83 akun yang like postingan itu. 

Ketika aku lihat foto itu pertama kali sekitar sebulan yang lalu, aku memutuskan menyimpannya sendiri sambil "menunggu tanpa benar-benar menunggu" kalau-kalau suatu hari dapat caption yang sesuai untuknya. Kemudian datanglah masa aku membaca artikel Mas Nauval (yang juga fresh baru dibuat), dan, respon pertamaku adalah, aku menangis. Ya, seriusan, nangis. Nangis karena sedang merasa sangat related dengan apa yang ingin disampaikan dalam tulisan itu. Aku pun memutuskan mengambilnya, mengcopynya, meletakkannya di dua media sosialku (instagram dan blog). Sampai detik itu aku merasa quote itu sangat related denganku, dan barangkali dengan beberapa orang lain. Setelah materi itu kuunggah, beberapa akun mulai memberi like. Satu per satu kubaca nama-nama akun itu. Dan di sanalah masalah muncul. 

Membaca nama-nama akun yang pemiliknya rata-rata sudah kukenal dengan baik, tanpa sanggup kuhindari menuntunku untuk berpikir bahwa mereka pun sebenarnya sangat related dengan quote itu. Mereka, tanpa terkecuali, dan bahkan beberapa kuketahui dengan pasti perkara-perkara gagalnya. Mereka, yang kusuka dan tidak kusuka, yang kegagalannya ikut kutangisi dan pernah juga ada yang kubiarkan. Semua orang pernah mengalami kegagalan rencana. Gagal kuliah, gagal kerja, gagal usaha, gagal nikah, gagal mempertahankan pertemanan, gagal mengemban amanah, gagal mencapai cita-cita, gagal menebus kesalahan, gagal membanggakan orangtua, gagal membalas budi baik, gagal menepati janji. Semua orang pernah jadi orang yang bersalah, jadi orang yang ada di titik nadir, jadi orang yang gagal dan ingin menghilang. Padahal kan ga ada orang yang mau gagal, ga ada orang yang mau rencananya berantakan, ga ada orang yang mau sedih. Maka seperti laut dan matahari yang bukan cuma buatku meskipun dalam foto itu hanya ada gambarku, quote itu pun sebenarnya ga cuma buat aku, tapi setidaknya buat 83 akun yang like postinganku itu.

Ketika membaca quote itu aku merefleksikannya pada diri sebagai sebuah pemakluman tentang kegagalan, bahwa apapun hasilnya, semua perjuangan di belakang kemarin tetap layak dijalani. bahwa seburuk apapun kondisiku sekarang, masa depanku selalu masih putih. Ah, Pram, seandainya kau tahu seberapa sering kata-katamu terucap lagi dan lagi di kepalaku. Ya, yang itu, yang harus adil sejak dalam pikiran itu. Refleksi dari quote yang kubikin untuk diriku sendiri akhirnya kuakui harus adil kuberikan pada orang lain juga, suka tidak suka.

Bahwa orang lain, yang aku suka maupun ga suka, yang pernah kubikin kecewa maupun yang mengecewakanku, dalam hidupnya, tanpa terkecuali berhak mendapatkan kelegaan atas pencapaian yang telah diraih sampai hari ini, sampai detik ini. Dan betapapun menjengkelkannya, setiap orang memang punya hak untuk memperbaiki diri, memperbaiki kesalahan-kesalahannya yang mungkin terjadi karena kebodohannya sendiri, menyusun rencana-rencananya yang telah gagal. Bagaimanapun setiap orang telah sampai pada pencapaiannya masing-masing. Bagaimanapun masa depan masih sama putih. Bagaimanapun hidup terus berjalan, dan waktu memang penyembuh kekacauan paling baik yang pernah ada di dunia.

Komentar

Postingan Populer