Setelah sekian hari blog terkunci..

Selamat pagi.

Hari ini, ketika akhirnya bisa menulis di sini lagi..
Sedang ada masalah di Balikpapan. Masalah yang melibatkan banyak pihak.

Ada satu hal yang menyentil saya.
seseorang yang sedang marah mengirim chat ke saya,
isinya menyinggung sikap saya (dan teman-teman) yang seperti pasif sekali menanggapi masalah ini,
sangat kontras dengan sikap kami yang biasanya sangat bersemangat menyebarluaskan hal-hal positif yang kami lakukan.

Demikianlah menurut pendapat beliau.

Respon saya?

Respon paling pertama banget saya tersinggung. Tersinggung secara bahasa ya, terkena singgungan, tersentil, terkena sentilan.

Tapi saya berusaha mengendalikan diri dengan tidak membalas chat itu.

Saya fokus dengan berpikir bahwa orang ini sedang marah, sedang emosi, sementara saya tidak, atau setidaknya saya memutuskan tidak.

Lalu apa respon selanjutnya?

Saya memutuskan bilang, "mba lagi emosi. ya ndapapa, wajar."
Yang akhirnya membuat percakapan melunak.

Selesai sampai di situ.

Tapi tentu tidak selesai di kepala saya.

Saya jadi memikirkan betapa ada pihak yang beranggapan kalau kita selama ini "berisik" sekali menyebarluaskan program-program baik, tapi ketika ada masalah, semua bungkam.

Secara tidak langsung ada penuduhan bahwa perilaku kami tidak berimbang.

Sementara yang saya pikirkan adalah kebalikannya.

Semua program-program baik itu, selalu muncul dengan banyak sekali proses diskusi di balik layar sosial media. Kalau hari ini kita rilis satu program kebaikan, sebenarnya kita sudah menggodoknya berhari-hari atau berminggu-minggu sebelumnya. Ketika kita siap, kita rilis. Saya sendiri, termasuk golongan yang paling akhir rilis karena biasanya saya memikirkan caption yang menghabiskan banyak waktu (meskipun akhirnya ya captionnya biasa-biasa aja sih wkwk). Tapi ya gitu, di balik berisiknya kita dengan program-program baik yang kita sebarluaskan, jarang sekali ada tindakan spontan di sana. Selalu ada diskusi dulu, kesepakatan bersama dulu, karena kami sadar, apa yang kami bawa di media sosial dibaca banyak pihak dan memberi dampak yang tidak kecil.

Kalau program baik aja kita rilisnya setelah diskusi yang panjang, apalagi menanggapi masalah. Jadi kalau kami merespon masalah dengan buru-buru itu baru perilaku yang gak berimbang.

Saya tidak menampik masalah ini butuh respon segera, hanya saja yang perlu diingat respon setiap orang berbeda-beda. Lagipula yang diam tidak selalu benar-benar diam sebenarnya. Diam bukan berarti tidak merasakan marah, kecewa, sedih, dan semua fase denial itu. Diam bukan berarti tidak melakukan sesuatu. Diam karena mencoba mengendalikan diri, mencoba mengumpulkan fakta dulu, menunggu data, didiskusikan dulu, lalu sepakat memberikan respon yang seperti apa. Karena lagi-lagi karena kami sadar sedang disorot kami berhati-hati dalam melangkah (dari kemarin-kemarin juga berhati-hati sih, gak cuma ini aja). Dan untuk mencapai kesepakatan itu butuh waktu, buat kami waktunya , 24jam. Tapi mungkin pihak-pihak lain menuntut respon lebih cepat dari itu kemudian jadi baper, yawis gapapa, dimaklumi aja. Anggap aja efek sosial zaman now di mana sekarang apa-apa serba cepat dan mudah didapat.

Dengan sengkarut asumsi yang sudah terlanjur terjadi, saya memutuskan tidak bicara karena
1. Saya bukan pihak berwenang, sementara pihak berwenangnya saja belum rilis
2. Saya tidak percaya untuk menyampaikan informasi kepada pihak-pihak tertentu karena saya ya yakin aja informasi itu ga akan berhenti di satu pihak yang saya kasihtau, melainkan akan diteruskan ke pihak-pihak lain yang akan disampaikan ke pihak lainnya lagi dst.dst. belum termasuk potensi ditambahkannya bumbu-bumbu asumsi pribadi nih. Saya gak mau jadi bagian dari pemberi informasi dari jempol ke jempol itu karena lagipula saya tidak melihat adanya potensi solusi yang bisa tercipta jika saya ikut angkat bicara waktu itu. Sekali lagi padahal pihak yang berwenang saja juga belum rilis apa-apa.

Jadi ya gitu deh, padahal intinya tadi tuh ngebahas suatu masalah, tapi karena emosi yang dituruti jadi melebar ke menyinggung-nyinggung cara satu dan lain pihak merespon masalah. Itu kan melebar namanya, yang kalau dituruti bisa-bisa jadi debat kusir yang isinya membela kelompok, padahal kan, bukan itu masalah sebenarnya.

Betapa mudahnya api tersulut di ranting yang kering. Tapi semoga kita selalu bisa jadi hujan yang memadamkan api-api yang hanya nambah-nambahin persoalan..

Padahal kalau sudah seperti ini sebaiknya tidak saling menyalahkan apalagi menyimpan kekecewaan, tapi saling kerjasama, sama-sama berpikir dan berbuat tentang penyelesaian masalah dan potensi-potensi masalah ke depannya.


Saya malas berdebat, tidak mau membela ataupun memojokkan, tapi juga perlu menyampaikan apa yang saya pikirkan. Karenanya saya memutuskan menuliskannya saja. Sekian, salam sayang.

Komentar

Postingan Populer