Satu Tahun yang Lalu

Hujan sedari malam.

Hujan teramat deras bahkan saya yang biasanya bisa tidur sangat nyenyak apabila hujan sampai terbangun saking riuhnya suara dari luar sana. 

Saya terbangun dan refleks mengingat seseorang, yang untuk satu hal ini saja, berkebalikan dari saya.

Hujan membuat saya merasa nyaman, tapi hujan selalu membuatnya gelisah

Refleks selanjutnya tangan malas saya dengan terburu-buru mencari telepon genggam.

Saya mengirim whatsapp, menanyakan kabarnya. Apakah dia bisa tidur? Saya yakin tidak.

Tapi tidak ada balasan. Tidak juga ada tanda-tanda whatsappnya online.

Lalu tiba-tiba layar telepon genggam saya berpendar lemah, batere 5%, dan sekejap saja tanpa babibu ia mati.

Saya meletakkan telepon genggam itu sekedarnya, mengambil telepon genggam lainnya.

Saya mengulang mengirim whatsapp, menanyakan kabarnya lagi. Apakah dia bisa tidur? Saya yakin tidak.

Tapi lagi-lagi tidak ada balasan. Tertera juga waktu terakhir onlinenya adalah beberapa jam sebelum saat ini, waktu kita saling berpamitan untuk istirahat.


**

Pagi ini sosial media saya penuh dengan foto yang sama, foto perayaan ulang tahun salah satu teman. Diupload di berbagai akun, ya namanya juga temannya ini-ini aja.

Foto-foto yang sama beredar berulang kali.

Memenuhi feed instagram.

Muncul di instastory.

Ada banyak wajah di sana.

**

Pukul setengah dua belas malam. Tentu saja belum tidur. Lagi-lagi cek instagram. Sebuah gambar muncul di deretan teratas timeline. Namanya muncul. Gambar masih loading. Suasana pelaminan. Jantung hati berdetak. Oh betapa respon alami ketika ternyata pelaminan itu bukanlah milik kerabat, tetapi miliknya sendiri. Bunga putih itu yang pertama kali saya lihat. Lalu kemudian wajah ibunya. Lalu perlahan terasa jantung berdetak lebih keras dari biasanya. Selanjutnya yang tampak adalah wajah ayahnya. Lalu wajahnya. Lalu wajah perempuan yang memegang bunga putih. Lalu pakaian coklat emas, karpet, daun-daun di dinding, baju terusan adiknya, caption, langit-langit, kembali ke wajahnya lagi, senyumnya yang pernah saya bayangkan bagaimana jadinya jika ia berdiri di pelaminan. Persis, benar-benar sempurna seperti yang pernah saya bayangkan. Lalu sambil menunggu detak jantung melamban, saya bahkan masih sempat membandingkan tinggi badannya dengan badan istrinya, model hijab istrinya, gaun istrinya, model hijab ibu, jarak antara ayahnya dan istrinya yang lumayan, dan jarak dia dengan ibunya yang sangat rapat. Ibunya menempelkan tubuh padanya, pada anak kesayangan. Putra kebanggaan. Detak jantung masih tak mau diatur. Saya berpasrah. Malam sudah terlalu malam. Maka baiklah jika ingin menangis, tapi nyatanya tak ada airmata. Lalu saya mencoba meraba hati. Apa kabarmu? Ah ternyata tak seburuk yang diperkirakan. Lalu mulai muncul pertanyaan-pertanyaan. Tentang beberapa hal sebelum hari ini, sebelum minggu ini, sebelum bulan ini, sebelum tahun ini, sebelum lebaran kemarin.

**

Malam sebelumnya pesan di whatsapp muncul berurutan, tanda sedang terjadi percakapan di salah satu grup. Perlu sedikitnya tiga detik untuk memahami ini grup apa, siapa yang ada di dalamnya. Tiga detik yang terasa asing dan lama karena grup itu lama sekali tak aktif sebagai media ngobrol lagi. Orang-orangnya ada, dan saya tahu tidak sibuk-sibuk amat sebenarnya, tapi barangkali prioritas sudah bergeser. Ada lebih banyak chat personal dan grup-grup lain yang lebih menarik untuk bermain di dalamnya. Sekalipun penghuninya masih saling berkomunikasi, namun itu semua terjadi di luar grup, baik di personal chat, ataupun di grup lainnya. Grup ini tidak pernah diisi lagi, tapi juga tidak pernah ditinggalkan. 

**

Sampai hari habis langit masih kelabu. Hawa dingin menusuk tulang. Hujan deras memeluk Balikpapan. Tak ada yang boleh kering hari ini. Bahkan tidak juga jaket, sepatu, satu tas jinjing, dan satu ransel dengan komputer lipat di dalamnya. Tapi tak ada hujan yang abadi. Jadi mari nikmati saja kesempatan ini. Yang kemudian berseliweran di kepala adalah sebuah pertanyaan yang sejak pagi muncul tiba-tiba, siapa yang dekat dengan saya satu tahun lalu? Siapa yang dekat dengan orang-orang lainnya satu tahun lalu?

Apa yang saya ingat tepat setelah satu tahun berlalu adalah orang-orang yang dekat dengan saya kini tak lagi dekat dengan saya. Banyak yang pergi. Atau saya yang pergi. Pun yang dekat dengan saya saat ini, tidak selalu kedekatan ini sudah terbentuk satu tahun yang lalu. Begitu juga jika saya perhatikan kehidupan teman-teman. Banyak yang tak lagi jalan bareng, banyak yang tak lagi ikutan ngumpul. Ada yang terang-terangan berpindah ke tempat lain. Ada yang hilang entah apa kegiatannya. Barangkali semakin sibuk bekerja untuk mencari nafkah, barangkali diam-diam sibuk mempersiapkan pernikahan, barangkali memutuskan 2018 sebagai tahun heningnya, barangkali masih dalam rangka puasa sosial media, barangkali mengurus keluarga sakit tapi tidak ingin merepotkan orang lain, barangkali sibuk mengejar cita-cita lainnya, barangkali mendapat kenyamanan baru di tempat lain.

Seperti pertemuan, pada akhirnya kita akan berpisah.

Semakin hari bagi saya perpisahan semakin mengecil maknanya. Tak lagi sebesar bertahun-tahun lalu, yang misalnya mengalami perpisahan maka bisa saja saya menangisinya sehari semalam. Sekarang rasanya perpisahan demi perpisahan bermakna sederhana saja. Sesederhana ia bagian dari siklus. Sesederhana setelah senja yang indah maka pasti langit akan hitam. Sesederhana saat masuk kerja sorenya pasti akan pulang. Maka pertemuan pasti sudah datang sejak awal bersama takdir perpisahannya. Hanya tinggal perpisahan yang bagaimana yang kita pilih. Ya, kalaupun ada yang membuat sedih, ya sekedar cara berpisah yang ternyata tidak selalu bisa baik-baik saja.

Namun tepat bersamaan dengan itu pula kesadaran bahwa perpisahan tidak selalu buruk tumbuh di dalam hati. Yah, inilah pelajaran paling besar bulan ini. Tersampaikan lewat beberapa peristiwa. Ternyata perpisahan tidak selalu buruk. Perpisahan hanyalah salah satu fase dari setiap jalur hidup yang harus ditempuh manusia untuk sampai kepada tujuan-tujuannya.

Sepasang kawan harus bertemu dulu untuk berpisah, membawa pelajaran masing-masing, dan menemukan kawan lainnya dengan nilai pribadi yang baru. Dia harus bertemu saya dulu untuk kemudian kita berpisah dan akhirnya dia menikah dengan orang lain, saya juga akan menikah dengan orang lain. Semakin hari rasanya saya semakin bisa memahami sebuah kepercayaan bahwa sebenarnya daya kita hanya sampai kepada menjalani, bukannya menentukan. Sudah ada yang menentukan, kita hanyalah mobil-mobil yang sedang menjalani namun diberi kemampuan menjalani dengan kesadaran sendiri. Semakin baik keadaan mesin dan kecakapan bahan bakar, setidaknya dapat dipastikan perjalanan akan setia pada jalur. Tapi apakah kita bisa seenaknya memilih tempat pemberhentian?

Kita boleh memilih, boleh berkeinginan, tapi tidak bisa menentukan. Karena setiap mobil sudah tercipta dengan garasinya masing-masing. Garasi mewah namun kecil tak selalu tepat untuk bus mini, begitu juga garasi luas terlalu berlebihan sekedar untuk parkir motor. Pada akhirnya yang akan membuat kita sampai bukanlah yang sempurna dan paling baik, tapi ya yang memang sudah ditetapkan bagi kita agar dapat saling menopang saat melanjutkan hidup masing-masing dengan baik, juga saling mengimbangi kewarasan dalam hidup. Tidak ada salahnya juga jika saat ini hal tersebut tidak didapatkan di diri orang-orang yang satu tahun lalu sebenarnya masih sangat dekat dengan kita. Barangkali juga kita bukanlah lagi orang yang dibutuhkan sebagaimana satu tahun yang lalu kita masih sangat berarti baginya. Betapa segala sesuatu dapat berubah dalam kurun waktu satu tahun.

Betapa hidup itu cair.

Betapa benda cair sangat fleksibel, mengisi ruang sesuai bentuknya.

Oh betapa segala sesuatu bisa berubah. Betapa tuhan maha membolak balikkan hati. Betapa panjang perjalanan ini. Betapa seluruh manusia sebenarnya sama-sama saling mencari.

Setidaknya, semoga pertemuan dan perpisahan membawa kita kepada pemahaman-pemahaman.

Setidaknya, semoga pertemuan dan perpisahan mendekatkan dan bukannya menjauhkan langkah kita kepada inti kemuliaan berpulang, semurni-murninya tujuan akhir kehidupan.

Komentar

Postingan Populer