surat dari seseorang yang saleh (1)

Pada suatu waktu saya berbahagia dengan hidup muda saya; produktif, berprestasi, banyak teman, banyak yang suka. Sampai kemudian segala hal tampak seperti pohon-pohon pertanyaan tentang kehidupan dengan buah-buah jawaban yang begitu ranum mengganggu pikiran, ingin saya petik dan saya makan. Kemudian saya mengenal sebuah kata yang mengubah pandangan saya bahwa apa yang saya kerjakan waktu itu belum sempurna kebaikan. Kata itu memiliki makna berpindah, maka atas nama pengetahuan yang masih sebiji jagung mentah juga dengan keyakinan yang masih mentah saya memutuskan berpindah. 

Berpindah dari tanpa hijab menjadi dengan hijab. Kemudian berpindah dari dengan hijab menjadi dengan hijab yang mendekati sempurna. Saya pikir waktu itu saya sudah selesai. Saya sudah sampai. Bahkan saya sampai di waktu yang lumayan cepat ketika usia saya masih sangat muda. Saya telah menyadari sesuatu yang amat besar tentang hidup lebih dulu daripada teman-teman seusia saya. Ternyata saya keliru. Perpindahan saya hanyalah perpindahan penampilan fisik semata. Bahkan meski kemudian saya hapal surah-surah pendek juz 30. Bahkan meski saya sanggup mengendarai motor saban pagi dan sore sambil melantunkan seluruh isi almatsurat. Bahkan meski saya jadi sering buka-buka hadis shahih. Bahkan meski ke mana-mana isi tas saya tidak pernah ketinggalan mushaf. Bahkan meski saya lebih hapal masjid ini dan itu daripada cafe ini dan itu. Saya betul-betul tampak seperti orang solehah waktu itu. Saya betul-betul terlihat hijrah. 

Namun demikianlah, hijrah saya sesungguhnya hanya hijrah lahir, tanpa hijrah batin. Batin saya masih tertinggal dalam ruang entah. Tidak lagi di tempat yang lama, namun belum juga sampai ke tempat di mana fisik saya berada. Batin saya masih mencari-cari apa yang benar dan apa yang salah. Namun karena fisik saya sudah terlanjur sampai pada simbol kesalehan tapi kebijaksanaan saya masih tertinggal di belakang, saya malah menjadi begitu mudah mencari pembelaan diri dengan mengkafir-kafirkan orang lain. 

Saya begitu mudah menganggap orang yang tidak seperti golongan saya berarti belum berhijrah, Saya begitu mudah beranggapan golongan saya adalah golongan yang terselamatkan dan mendapat hidayah. Saya begitu mudah beranggapan golongan yang di luar saya masih sedang tersesat dan belum juga mendapat hidayah dan dengan begitu harus ditolong dan diingatkan. Saya merasa salehah dan dekat dengan tuhan. Saya merasa golongan saya adalah golongan yang dekat dengan tuhan. Kedekatan fisik kami dengan simbol ketuhanan sebenarnya hanyalah nikmat yang kemudian melenakan diri saya semata. Sesuatu yang seharusnya menjadi perpindahan menuju yang baik, pada kenyataannya bukanlah perpindahan yang signifikan, bahkan perpindahan ke arah yang lebih buruk, karena di dalam hati saya kemudian tumbuh wujud lain dari kesombongan, ketinggian hati, perasaan dekat dengan tuhan, perasaan eksklusif sebagai umat yang terbaik, sikap merendahkan orang lain yang tampak belum hijrah, sikap mengasihani orang lain yang tampak masih sangat jauh dari tuhan dan simbol-simbol kesalehan. Betapa ruginya saya. Betapa ruginya saya yang sudah berlagak begitu saleh tetapi masih menyimpan banyak keburukan dalam hati. Betapa ruginya saya yang sudah merasa benar dan tak perlu berhijrah lagi. Betapa ruginya saya karena akibat perbuatan saya ini banyak orang yang memberi penilaian akan tuhan berdasarkan sikap saya karena saya adalah contoh nyata yang mereka lihat sehari-hari.


Komentar

Postingan Populer