surat dari seseorang yang saleh (2)

Kesalehan ini juga membebat saya. Ah, bukan, bukan kesalehan ini yang membebat saya, tetapi ego saya karena ingin dilihat saleh lah yang membebat saya. Saya jadi pura-pura mengaji, mengaji bukan lagi untuk mengetahui kebenaran Al Quran tetapi untuk menjaga citra bahwa orang saleh seperti saya sewajarnya harus rajin mengaji. Saya juga jadi rajin membeli pakaian-pakaian simbol kesalehan, bukan karena saya menyadari pakaian macam itulah yang memang diinginkan tuhan kepada saya, tetapi karena pakaian seperti itulah yang wajar dipakai dalam golongan saya. 

Bagian paling buruk dari segala akibat proses hijrah yang mentah ini terjadi ketika saya kemudian meninggalkan dunia lama saya, meninggalkan teman-teman saya, meninggalkan keluarga saya, dan beranggapan bahwa langkah saya ini adalah sebuah kewajaran atas jalan hijrah. Saya tidak memilih untuk mematangkan lebih dulu sikap alih-alih langsung menarik diri. Saya tidak memilih untuk mensalehkan diri yang di dalam alih-alih langsung mengenakan segala atribut kesalehan yang di luar. Saya mengubah segala wujud kesalehan dengan Dia yang di atas tapi saya lupakan nilai-nilai kesalehan lainnya dalam wujud silaturahmi dan menolong sesama. 

Saya membina silaturahmi sempurna dengan golongan baru saya tapi saya mengabaikan orang-orang yang lebih berhak atas perhatian saya seperti keluarga, tetangga, dan kawan-kawan saya. Saya sibuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan dakwah di masjid tetapi saya abaikan fakta bahwa saya memiliki lahan dakwah yang lebih penting yaitu orang-orang terdekat di sekitar saya. Saya berpikir jauh-jauh untuk membela saudara-saudara seiman nun jauh di negeri yang sedang berperang tapi saya tidak mencoba mencari tahu tetangga mana yang butuh bantuan, keluarga mana yang sedang sakit dan butuh dijenguk, teman yang mana yang sedang kesulitan. Saya merasa setiap gerak saleh saya benar-benar mendekatkan diri pada tuhan, tapi sebenarnya saya hanya menambah deret panjang citra negatif orang-orang yang sedang berhijrah. Saya merasa saya semakin dekat dengan surga, tetapi di waktu yang sama saya menjauhkan diri dari ladang-ladang surga yang sudah dinisbahkan tuhan bahkan sejak saya lahir ke dunia; keluarga, tetangga, dan kawan-kawan yang dipertemukan tuhan kepada saya jauh sebelum saya mengenal kata hijrah. Saya sudah merasa jauh berjalan ke depan, tetapi sebenarnya yang saya alami hanyalah sebuah kemunduran.

Komentar

Postingan Populer