Perkara Reuni

Memasuki bulan Ramadhan berarti memasuki masa-masa untuk reuni yang dibungkus dalam paket buka bersama, sahur bersama dan terus berlanjut sampai awal bulan Syawal. Dulu buat saya reuni ya sesempit cuma saya, mbak, atau danar yang akan punya agenda-agenda reuni. Sampai beberapa waktu belakang ini, ketika nyaris semua generasi dan golongan bisa akses sosial media, reuni akhirnya juga merambah ke ibu (meskipun belum bapak, karena kehidupan bapak gak tersentuh sosial media). Kalau buka-buka whatsapp ibu, bisa ditemukan berbagai macam grup yang hobinya ngajak reunian, mulai dari grup smp, sma, yasinan, solawatan, ibu-ibu rt, tahsin, liqo, keluarga, dan lain-lain. Saat ini kalau bersinggungan dengan satu kata itu saya selalu teringat dengan obrolan bersama ibu beberapa bulan lalu ketika ibu lagi getol-getolnya diajak reunian sama teman-teman sekolahnya. Bahwasanya reuni sebenarnya menyimpan banyak hal yang tak terucapkan. Kita bisa melihat kondisi teman kita dari responnya terhadap kata reuni ; yang semangat berarti sedang dalam kondisi baik dan punya sesuatu yang dibanggakan (harta, jabatan, pendidikan, anak cucu), sementara yang diem-diem berarti sedang dalam kondisi yang tidak ingin diketahui orang banyak (mungkin usaha lagi seret, belum menikah, anak belum menikah, anak belum kerja, anak belum punya cucu, sedang punya sakit tertentu). Bukan hal yang mengherankan tentu kita lebih senang dilihat orang lain ketika sedang berdaya, dan lebih baik menyingkir dulu saat punya masalah. 

"Kita semua jarang sekali datang karena betulan kangen. Yah kangen memang, tapi kangen itu bukan segalanya. Kebanyakan kita datang karena ingin menunjukkan sesuatu, atau melihat apa yang baru dari teman kita. Semakin besar lingkaran reuninya, yang itu berarti semakin jauh intimasi antar sesama anggota reuni, semakin besar kecenderungannya. "

Saya agak sedih dengan kesimpulan dari obrolan ini, tapi kalau ingat-ingat lagi reuni-reuni yang pernah saya ikuti, mau tidak mau, saya mengakuinya. 

Lalu, bagaimana perasaan saya tahun ini?

Tahun ini sejujurnya saya malas reuni. Hm, saya menimbang-nimbang kenapa saya malas. Mungkin karena semakin lama saya mendapati gap yang semakin jauh antara saya dengan teman-teman yang kemungkinan datang . Butuh waktu lama untuk menceritakan apa yang kita alami. Tapi tentu saja saya pun juga gak mau repot-repot menceritakan apapun yang saya lewati. Teman-teman yang banyak toleransinya memang kebanyakan lebih sedikit suaranya. Dan sisanya, hanyalah orang-orang yang selalu bertanya kenapa dan kenapa dan kenapa atau kapan, kapan, kapan hanya untuk memuaskan ego ingin tahunya. Saya tidak suka dengan orang yang sudah lama gak ketemu, terus waktu ketemu memberi pertanyaan yang sifatnya judgement, diawali dengan "kenapa". Sebuah tuduhan tanpa benar-benar paham dan ikut menjalani proses yang sudah orang lain lewati. Sedihnya, saya harus mengakui, banyak teman-teman yang seperti itu. Barangkali, orang-orang itu yang bikin saya malas ikutan reuni. 

Atau mungkin juga karena saya tidak punya apapun yang bisa saya pamerkan di obrolan-obrolan saat reuni nanti. Well, sebenarnya bahan obrolan itu banyak, tapi ya gitulah, saya selalu merasa semuanya yang dari perempuan biasa-biasa ini ga perlu diobrolin. Ya gitulah. Gatau deh. wkwk.

Pada akhirnya memang barangkali lingkaran kita semakin besar, pertemanan semakin luas. Tapi yang lingkaran yang bikin nyaman semakin kecil, kesenangan untuk ngobrol intim semakin menyempit. Orang-orangnya makin sedikit. Dan kesadaran untuk tidak lagi perlu memaksakan diri berada di banyak tempat itu semakin jelas. Mungkin. 

Komentar

Postingan Populer