Sebuah Proses Yang Lain

Sudah sejak bulan April untuk sementara saya benar-benar melepaskan diri dari kehidupan kerelawanan. Saya harus mengakui bahwa dalam kondisi melepaskan banyak kegiatan volunteering seperti ini nyatanya ga seenak kelihatannya. Saya rindu masa-masa sibuk memikirkan harus bikin mading apa bulan depan, atau donasi buku dikirim kemana, atau kapan bikin lapak baca lagi, dan segala kegiatan kerelawanan itu. Ada rasa iri pada teman-teman yang masih terus konsisten bergerak, sanggup meluangkan waktunya dan memberikan tenaganya untuk memberi dan memikirkan orang lain. Pada akhirnya saya memahami barangkali memang gift ini hanya diberikan tuhan kepada beberapa orang saja. Keistimewaan untuk mengutamakan kepentingan orang lain lebih banyak dari memikirkan diri sendiri. Tapi saat ini saya memang sedang gak mampu mengambil porsi kerelawanan itu. Saya masih harus menjahit, mengembangkan semesta kata dan kakaknya, juga banyak menghabiskan waktu di rumah. Saya mencoba merenungkan apakah saya memanfaatkan kondisi ini untuk melepaskan diri dari lingkaran, namun kenyataannya malah saya merasa ditarik paksa dari lingkaran oleh keadaan. Ditarik paksa dalam konteks positif karena saya sadar tidak semua hal yang kita inginkan bisa kita dapatkan dalam waktu yang bersamaan. Saya sedikit menyesali kemampuan diri yang tidak sanggup mengatur semuanya agar bisa berjalan seimbang, tetapi di sisi lain juga berusaha untuk meredam hasrat dan memaknai kembali setiap pilihan yang saya ambil harus sepaket juga dengan konsekuensinya. Saya jadi paham, mengendalikan diri untuk berfokus pada pilihan dan tidak membabi buta ikut banyak kegiatan ternyata merupakan sebuah pembelajaran tersendiri. Saya menikmati proses ini, semua capek lelahnya, semua drama-dramanya, semua bingung khawatirnya, semua takut-pasrahnya, semua senang-syukurnya, namun di sisi lain ingin agar semua ini segera selesai, berganti babak baru, dan saya bisa kembali ke dunia kerelawanan yang memenuhi jiwa dengan nilai-nilai hakiki.  

Komentar

Postingan Populer