bajulmati, malang, indonesia
inilah pantai kedua saya di pulau jawa ini, bajulmati. butuh waktu lebih lama mencapai daripada menuju balekambang, terlepas dari faktor sudah 3 kali ke balekambang dan baru ini ke pantai yang bersebelahan dengan pantai sendang biru dan pantai gua cina ini. perlu melewati kira-kira 3 bukit setelah mencapai kota turen. yah, naik turun bukit dulu sampai 3 kali, setelah itu tinggal pilih mau ke sendang biru, bajulmati, atau gua cina. karena memang tujuan utama ke bajulmati, ya ke bajumatilah kami. menuju kesana ada jembatan besar dan lumayan bagus viewnya. jembatan ini diberi nama jembatan bajulmati.
pantai ini sepi dalam arti sepi yag sebenarnya. tanpa tumbuhan apapun, tanpa satu karangpun, tak tampak satu perahupun, sangat jarang orang yang berkunjung, dan sangat jarang penduduk yang tinggal di tepiannya. jauh sekali perbandingannya dengan pantai balekambang.
awalnya sampai di pantai ini sempat bingung karena banyak teman yang
bilang kalau bajulmati recommended banget. recommended apanya? gak ada
apa-apanya nih. tapi sebentar kemudian bajulmati menjawabnya dengan
jumawa. tiadanya karang membuat ombak berlarian dengan sangat amat bebas
di pantai ini, benar-benar bebas, kira-kira setinggi dada orang
dewasalah, dan buih-buih yang menyapu bibir pantai benar-benar putih
bersih seperti busa sabun, tidak membawa sampah satupun.
cantik, sekaligus mengerikan. itu kesan pertama saya. mungkin karena
kesan terlalu kosongnya itu yang membuat ngeri, sementara hempasan ombak
yang berwarna hijau kebiruan dan disusul buihnya yang putih terus
menyapu pasir coklat tanpa lelah. mungkin juga saya ngeri karena langit
tdak sedang cerah saat itu. ya, mendung menggelayut rapi di atas langit
bajulmati, mengingatkan kalau mereka bisa jatuh kapan saja, membasahi
siapa saja. namun meski langit sedang gak pegen ngasih sunset
yang indah, kami memutuskan untuk pulang setelah magrib. biarlah,
mungkin memang waktunya menikmati bajulmati dan langitnya dalam warna
yang sama : putih. semua serba putih, dan makin lama makin gelap,
berganti abu-abu, abu-abu tua, dan akhirnya berganti hitam. bajulmati
hilang sudah dari pandangan. hanya nyanyian ombaknya yang setia, dan
sebenarnya semakin mencekamkan suasana.
kami beranjak pergi setelah solat magrib di masjid di pinggir pantai
bajulmati, setelah menikmati segelas teh panas manis dan roti di warung
di samping musola, ketika beberapa warga mulai menyalakan api unggun
-mungkin ada sekitar 2-3 api unggun saat itu-, dan ketika gerimis mulai
menyapa tanah bajulmati. kembali ke malang dalam kondisi gerimis,
menembus hutan lebat tanpa lampu satupun, menelusuri naik turunnya 3
bukit, dan sampai ke malang sekitar pukul 9 malam. seru, menegangkan,
semoga kapan-kapan dapat kesempatan lagi dari Allah menyapa
pantai-pantai indah lainnya, mungkin kondang merak, mungkin sendang
biru, mungkin juga gua cina. mungkin juga balekambang lagi, atau bajulmati lagi :)
Komentar
Posting Komentar