salah- 2
Gerimis
masih setia membasahi tanah. Langit mulai gelap ketika petugas kasir memberi
kembalian belanjaan. Kutatap langit, jam, dan telepon genggamku bergantian.
Kupandangi juga jalanan yang penuh dengan titik-titik air, dari sana seharusnya
kamu datang dengan mobil hitammu itu sayang. Sepuluh menit yang lalu ketika
gerimis menderas menjadi hujan kukabari kamu kalau aku sudah selesai belanja.
Tapi kamu tidak membalas apapun. Kuhela napasku dan kusms lagi kamu, biar aku
pulang naik taksi saja.
Gerimis
masih setia membasahi tanah. Langit mulai gelap ketika aku mulai mengendarai
mobilku keluar dari parkiran kantor dan aku baru teringat ada hal penting yang
tertinggal di laci mejaku. Segera kutepikan mobil dan keluar. Telepon genggamku
bergetar saat aku akan menutup pintu mobil, refleks hp kukeluarkan dari saku,
layarnya pun langsung basah oleh rintik hujan yang tiba-tiba menderas.
Kubanting pintu mobil sambil sedikit memaki lalu berlari memasuki gedung
kantor. Ruang kerjaku berada di lantai3. Segera kuperiksa kondisi hpku setelah
memencet angka 3 di tombol lift. Sekali lagi aku memaki karena hpku tiba-tiba
mati. Pasti karena hujan tadi. Hp ini memang hp lama yang belum terpikir untuk
kuganti karena meski ringkih tapi selama ini mash bisa kujaga dengan baik agar
tidak rusak, khusus untuk berkomunikasi dengan keluarga dan kamu. Hpku yang
satu lagi sengaja kumatikan dan kusimpan di tas kerja di mobil tadi setelah
semua urusanku selesai. Angka 3 berkedip-kedip disusul pintu lift yang terbuka.
Segera kusambar pintu ruang kerjaku, membuka laci meja buru-buru, mengambil hal
penting yang tidak boleh tertinggal.
Hujan
membasahi tanah. Kututup pintu taksi terburu-buru dan segera berlari masuk ke
dalam rumah. Hal pertama yang kulakukan adalah mengecek telepon genggamku. Tak
ada satupun kabar darimu. Kuputuskan untuk menelepon, dan ternyata nomormu
tidak aktif. Kuhela napasku pelan hampir tak terdengar. Aku tidak marah tapi
mungkin aku mulai kesal. Aku percaya padamu tapi pertanyaan yang lebih mengarah
pada kecurigaan mulai muncul tanpa bisa kukendalikan. Stop. Aku tidak mau
berpikir macam-macam. Ini adalah malam minggu pertama kita setelah sekian bulan
tidak ada malam minggu bersama karena kau selalu sibuk dengan pekerjaan entah
di dalam atau di luar kota ini. Aku tidak ingin mengacaukannya dengan emosi
keperempuananku. Segera kukeringkan tubuh yang sedikit basah, mengeluarkan
belanjaan dari plastik, dan mulai mengolahnya sendirian. Sebelumnya kusms
nomormu meskipun aku tahu nomor itu entah kenapa sedang tidak aktif , “sayang,
aku masak dulu, cepat datang ya. Hati-hati di jalan hujannya deras”
Hujan
membasahi tanah. Kuperiksa lagi hpku sesaat setelah duduk di belakang kemudi.
Tidak bisa menyala samasekali. Aku mengumpat sekali lagi dan mencari-cari hp
lain yang kusimpan di tas kerja. Dan kini aku mengutuk diriku sendiri sebelum
menyalakannya. Bukannya tadi baterenya habis karena seharian dipakai untuk
keperluan bekerja? Dan aku tidak mengisi kembali daya baterenya karena merasa
tidak perlu. Bukankah ini malam minggu? Bukankah hp untuk kerja yang mati saat
malam minggu seharusnya pertanda yang bagus? Tapi kenapa sekarang malah jadi
menyusahkan? Kubanting hp itu di jok sebelah. Kuinjak pedal gas dalam-dalam,
entahlah di mana dirimu sayang sekarang tapi aku pasti akan menemuimu. Mungkin
kamu masih di toko, mungkin kamu sudah di rumah, aku tidak tahu. Bisa saja langsung
ke rumahmu dulu, tapi bagaimana kalau kamu masih di toko hujan-hujan begini? Meski
itu berarti harus memutar jalan lagi, tapi baiklah mungkin harus kucoba ke toko
dulu.
Komentar
Posting Komentar