doa minta hujan
Bu, aku sedang gelisah. Hatiku gelisah untuk sesuatu yang
tidak aku tahu. Hatiku tengah penat untuk sesuatu yang sebenarnya aku tahu tapi
aku tidak mau tahu tapi semuanya jadi begitu menggerogoti diam-diam meskipun
aku sudah pura-pura tidak peduli. Bu, langit yang tiada lagi biru dan awan
gemawan yang abu-abu di atas sana itu juga menggangguku. Karena mereka
rasa-rasanya seperti selalu mengingatkan, karena menatap mereka rasa-rasanya
seperti memandang cermin hatiku sendiri. Bu, kapankah hujan akan turun? Hujan yang
deras disertai petir menggelegar dan gemuruh yang bersahut-sahutan dengan
selingan kilat yang menggentarkan hati. Kapan mereka datang? Bu, aku ingin
meledak. Bolehkah aku meledak? Kalau nanti hujan turun, bolehkah aku berjalan
yang jauh dan ditemani hujan dan menangis keras tanpa perlu kkhawatir akan
kelihatan dan terus saja berjalan tanpa khawatir memikirkan tujuan dan berjalan
cukup sendiri tanpa khawatir memikirkan orang lain? Bu, aku rindu hujan. Aku rindu
padamu. Aku rindu airmataku sendiri. Aku rindu kegilaan-kegilaan yang kubuat
lalu membuatmu marah-marah lalu membuatku tetap saja nakal lalu membuatmu
mengerti bahwasanya anakmu yang satu ini memang lain daripada anakmu yang lain.
Bu, pusingku kambuh, banyak huruf berjejalan, tapi jemariku seperti gengsi
membuka pintu gerbangnya, airmataku gengsi mengalir, hatiku gengsi menyapa
diam. Bu, aku benar-benar sedang menunggu hujan. Hujan yang sebenarnya. Bu,
berdoalah pada tuhan agar menurunkan hujan buat anakmu ini.
Bukankah tuhan
begitu menyukai doamu?
Komentar
Posting Komentar