mengapa saya mendaki?
mengapa kamu mendaki?
itulah pertanyaan yang seringkali diajukan kepada seorang pendaki, kebanyakan dari orang yang tidak pernah mendaki ataupun sudah tidak lagi mendaki.
mengapa dan buat apa?
pertanyaan itu pula yang merasuk di benak saya. sebagai pendaki yang masih awam dan belum punya jam terbang banyak di dunia pendakian, tentunya hal ini menjadi semacam pekerjaan rumah tersendiri bagi saya. mengapa saya mendaki? ada yang bilang bahwa jangan jawab hanya untuk mengagumi ciptaan tuhan, untuk mendapatkan ketenangan, karena itu sudah merupakan alasan yang umum. mendakilah tapi dengan visi yang berbeda, dengan tujuan yang lebih bermanfaat seperti konservasi misalnya, membawa perbaikan.
baiklah, saya sendiri belum mencapai titik ini. namun bagi saya pribadi, mengapalah susah-susah berpikir mengapa? jika kamu merasakan sesuatu itu penting untuk kamu lakukan, maka lakukanlah. lakukan untuk dirimu sendiri. karena bagi saya, pendakian itulah jawaban dari mengapa saya harus mendaki. bukan karena setelah berpikir sesuatu lalu mendapat kesimpulan lalu memutuskan mendaki. melainkan mendaki sajalah dulu, lihatlah reaksi tubuh dan hati dan pikiran setelah menempuh pendakian itu, dan pahami mengapa kita harus mendaki. toh hidup ini adalah sebuah proses belajar bukan?
maka jika kamu mendaki kamu akan belajar, dengan alam langsung sebagai gurunya. biarlah kamu terus mendaki sementara pertanyaan demi pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya di atas sana. ketika beban di pundak terasa semakin berat, langkah kaki terasa semakin menyiksa, dan wajah-wajah kawan sependakian yang semakin menguatkan. merasakan lembut angin menyapa, siluet bayang-bayang puncak memanggil, hanya seorang pendaki yang tahu rasanya. hanyalah seorang pendaki yang tahu rasanya.
biarlah pertanyaan demi pertanyaan semakin banyak bermunculan, bukankah dengan itu kita akan semakin tergerak untuk mencari jawabnya? bukankah dengan itu kaki tak akan berhenti melangkah, dan hati tak akan berhenti berdoa?
itulah pertanyaan yang seringkali diajukan kepada seorang pendaki, kebanyakan dari orang yang tidak pernah mendaki ataupun sudah tidak lagi mendaki.
mengapa dan buat apa?
pertanyaan itu pula yang merasuk di benak saya. sebagai pendaki yang masih awam dan belum punya jam terbang banyak di dunia pendakian, tentunya hal ini menjadi semacam pekerjaan rumah tersendiri bagi saya. mengapa saya mendaki? ada yang bilang bahwa jangan jawab hanya untuk mengagumi ciptaan tuhan, untuk mendapatkan ketenangan, karena itu sudah merupakan alasan yang umum. mendakilah tapi dengan visi yang berbeda, dengan tujuan yang lebih bermanfaat seperti konservasi misalnya, membawa perbaikan.
baiklah, saya sendiri belum mencapai titik ini. namun bagi saya pribadi, mengapalah susah-susah berpikir mengapa? jika kamu merasakan sesuatu itu penting untuk kamu lakukan, maka lakukanlah. lakukan untuk dirimu sendiri. karena bagi saya, pendakian itulah jawaban dari mengapa saya harus mendaki. bukan karena setelah berpikir sesuatu lalu mendapat kesimpulan lalu memutuskan mendaki. melainkan mendaki sajalah dulu, lihatlah reaksi tubuh dan hati dan pikiran setelah menempuh pendakian itu, dan pahami mengapa kita harus mendaki. toh hidup ini adalah sebuah proses belajar bukan?
maka jika kamu mendaki kamu akan belajar, dengan alam langsung sebagai gurunya. biarlah kamu terus mendaki sementara pertanyaan demi pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya di atas sana. ketika beban di pundak terasa semakin berat, langkah kaki terasa semakin menyiksa, dan wajah-wajah kawan sependakian yang semakin menguatkan. merasakan lembut angin menyapa, siluet bayang-bayang puncak memanggil, hanya seorang pendaki yang tahu rasanya. hanyalah seorang pendaki yang tahu rasanya.
biarlah pertanyaan demi pertanyaan semakin banyak bermunculan, bukankah dengan itu kita akan semakin tergerak untuk mencari jawabnya? bukankah dengan itu kaki tak akan berhenti melangkah, dan hati tak akan berhenti berdoa?
Komentar
Posting Komentar