Online dan Offline

Seperti biasa setiap kali memiliki kesempatan untuk browsing internet lewat laptop saya selalu membuka halaman blog saya dan beberapa blog yang selama beberapa tahun ini rutin saya ikuti. Salah satu dari sekian blog yang selalu saya ikuti perkembangannya itu adalah blog milik Diana Rikasari. Siang ini saya menemukan sebuah tulisan pendek yang membuat saya menghela nafas lega dan membatin sejenak "ah, ini dia". Kak Di menuliskan tentang kecenderungan orang-orang masa kini yang sangat menghiraukan "kesempurnaan" hidupnya untuk kemudian diabadikan dalam foto dan dipamerkan melalui media sosial. http://dianarikasari.blogspot.com/2015/09/dear-girls.html . Apa yang diutarakan Kak Di ini menurut saya sudah jadi semacam candu bagi manusia-manusia masa kini. Entah candu entah menjadi budak dunia maya, pergeseran prioritas dunia maya dibanding dunia nyata ini tidak hanya merambah pada kecenderungan untuk show off, tetapi bahkan juga memengaruhi pola interaksi dan komunikasi antar manusia. Orang sekarang lebih suka komunikasi via whatsapp, berkabar lewat bbm, ngobrol via line. Hal tersebut tidak salah karena teknologi ada memang untuk memudahkan manusia. Banyak sekali koordinasi tim yang terbantu dengan efektif karena adanya grup. Tentu juga kabar lebih mudah tersampaikan dan "keep in touch" tampak berjalan dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi. Tapi terasakah bahwa hidup kita sekarang lebih banyak habis digunakan dengan menatap layar gadget? Terasakah bahwa kita sudah mulai kehilangan budaya srawung, ngobrol bareng yang benar-benar dari hati ke hati, nyaman tanpa menundukkan kepala sampai leher pegal dan jempol lelah menari. Terasakah bahwa kita sudah mulai kekurangan momen tertawa bersama alih-alih senyum manis ala-ala selfie atau wefie atau groupi dsb? Terasakah bahwa kita, dengan orang-orang yang selama ini berkomunikasi dengan kita secara intens via media sosial, sebenarnya sedikit demi sedikit kehilangan momen kebersamaan, tau rumahnya, tau keluarganya, kenal bau parfumnya, caranya guyon, caranya ketawa, dsb? 

Saya sempat mengalami itu. Berkomunikasi lama dengan satu dua teman melalui dunia maya. Sangat sering, sangat intens. Saya sampai mengira bahwa dunia maya ini seperti dunia nyata. Tapi setelah akhirnya memiliki kesempatan bertemu dan berinteraksi barang sejam dua jam saja, ternyata perkiraan saya salah. Interaksi yang saya pikir selama ini "online", sebenarnya "offline". Off. Terputus. Ga nyambung. Saya malah sempat "terhenti" sejenak karena terkejut sendiri, oh, ternyata banyak yang tidak bisa diwakilkan oleh dunia maya. Ekspresi wajah, respon pertama, aroma kehadiran dan gesture tubuh misalnya, tidak bisa diwakili oleh dunia maya. Ketika ngobrol di dunia maya kita masih bisa merangkai kata dulu, berpikir kira2 jawaban yang tepat seperti apa, kita bisa ngobrol sambil tiduran, duduk, makan, buang air, masak, ngupil, baca buku dsb. Kita juga bisa menghilang barang semenit dua menit kalau misalnya enggan, lelah, atau sekedar ingin memikirkan hendak bicara apa. Tapi di interaksi secara langsung tentu tidak bisa seperti itu. Ada mata yang saling beradu, gerak tubuh yang terbaca, oh senyumnya seperti ini seperti itu, oh keningnya suka mengerut kalau ditanya sesuatu, oh dia ternyata ga begitu paham IT tapi cepat sekali kalau ngobrolin sastra, oh kakinya suka goyang-goyang dsb. 

Bukan teknologi yang hendak saya kambing hitamkan, karena teknologi pada dasarnya hanya alat dan keputusan penggunaan sepenuhnya tetap pada si manusia. Mungkin lewat ocehan siang hari yang agak ga jelas ini saya lebih ingin mengingatkan diri sendiri, bahwa saya butuh lebih banyak silaturahim secara langsung, online. menjabat tangan, menatap mata, datang ke rumah, menanyakan kabar keluarga, ngobrol santai soal apa saja sambil membiarkan gadget diam manis saja di dalam tas, mengistirahatkan mata dari radiasi cahaya gadget dan menggantinya dengan pemandangan alam nan menenangkan dan senyum orang-orang terdekat. bukan senyum di foto, tapi langsung senyum dari yang punya. Ah, saya butuh piknik tampaknya.

Komentar

Postingan Populer